Ahad 20 Jun 2021 04:42 WIB

Sulsel Bangun Pabrik Benih Jagung Berkapasitas 1.000 Ton

Pabrik tersebut akan mulai berproduksi pada Juli 2021.

Hasil panen benih jagung hibrida (ilustrasi)
Foto: Kementan
Hasil panen benih jagung hibrida (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Pemerintah Sulawesi Selatan (Sulsel) membangun pabrik benih jagung berkapasitas 1.000 ton untuk memenuhi kebutuhan kalangan petani di provinsi ini. Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Holtikultura Provinsi Sulsel Andi Ardin Tjatjo, di Makassar, Sabtu (19/6) mengatakan, pabrik yang dibangun di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros,tersebut akan berproduksi pada Juli 2021.

"Pada 2021 kita memproduksi benih jagung di pabrik yang dibangun di Kabupaten Maros," ujar dia.

Baca Juga

Pabrik benih jagung itu merupakan yang pertama di Sulawesi Selatan. Nantinya pabrik ini akan memenuhi benih jagung petani di provinsi ini sebesar 15 persen dari total kebutuhan 6.000 hingga 7.000 ton per tahun. "Selama ini kita lebih banyak membeli benih jagung dari Pulau Jawa. Pabrik ini akan meminimalkanbiaya pengiriman," katanya.

Pembangunan pabrik, katanya, akan menghemat biaya karantina, biaya pengiriman, biaya pengangkutan, dan pengemasan. Apalagi pengiriman benih dengan jarak jauh akan memengaruhi kualitas dan daya benih. Dengan adanya pabrik, kata dia, nantinya Pusat Karantina Pertanian di Makassar akan lebih mudah melakukan uji klinis produkpertanian di Sulsel.

Selama ini, kata dia, benih dasar (forensik) jagung diambil dari Kabupaten Maroskemudian dikirim ke Pulau Jawa untuk diproses dan dikirim kembali ke Sulsel dalam bentuk benih. Semua ini karena provinsi ini belum memiliki pabrik benih. Untuk pembangunan pabrik benih jagung, katanya, Pemprov Sulsel menggelontorkan dana sebesar Rp 34 miliar. "Nanti harga benih jagung yang kita produksi lebih murah, termasuk kualitasnya karena forensik benih dasarnya diambil dari Maros. Sedangkan kalau di Pulau Jawa harga bonggol jagung lebih mahal ketimbang di sini," ujarnya.

Keberadaan pabrik, katanya, akan menyerap 300 tenaga kerja. Sedangkan di tingkat petani, mereka akan menjadi mintra penangkar. 

"Kita membutuhkan 600 hektare untuk penangkaran dan satu hektare diestimasikan dikelola satu keluarga. Jika setiap keluarga terdapat empat orang, maka akan ada 2.400 petani yang akan terlibat," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement