Jumat 26 Mar 2021 18:31 WIB

IBC Resmi Dibentuk, Erick: Momentum Penguatan Daya Saing

IBC merupakan holding industri baterai listrik nasional.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Terminal pengisian baterai kendaraan listrik (ilustrasi)
Foto: VOA
Terminal pengisian baterai kendaraan listrik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Batery Company (IBC) resmi dibentuk pada Jumat (26/3) oleh Menteri BUMN Erick Thohir. IBC didirikan sebagai holding untuk mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Pembentukan IBC ditandai dengan penandatanganan perjanjian pemegang saham oleh holding industri pertambangan atau MIND ID, Antam, Pertamina, dan PLN dengan komposisi saham sebesar masing-masing 25 persen pada 16 Maret lalu.

Baca Juga

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pembentukan IBC merupakan strategi pemerintah, khususnya Kementerian BUMN memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia. 

"Kita ingin menciptakan nilai tambah ekonomi dalam industri pertambangan dan energi, terutama nikel yang menjadi bahan utama baterai EV, mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik, dan memberikan kontribusi terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, investasi skala besar seperti ini akan membuka banyak lapangan kerja, khususnya generasi muda kita," ujar Erick dalam konferensi pers virtual pembentukan IBC pada Jumat (26/3)

Sejalan dengan IBC yang akan mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik, ucap Erick, perusahaan juga akan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yang menguasai teknologi dan pasar global untuk membentuk entitas patungan di sepanjang rantai nilai industri EV battery mulai dari pengolahan nikel, material precursor dan katoda, hingga battery cell, pack, energy storage system (ESS), dan recycling. Hingga saat ini telah dilakukan penjajakan kepada beberapa perusahaan global yang bergerak di industri baterai EV, seperti dari China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Eropa.

"Kita terbuka untuk bekerja sama dengan siapapun. Hanya saja harus memenuhi tiga kriteria, yakni mendatangkan investasi pada sepanjang rantai nilai, membawa teknologi, dan pasar regional atau global. Tiga syarat itu penting agar seluruh rantai nilai di industri EV battery ini dapat dibangun secara terintegrasi melalui sinergi yang strategis," lanjut Erick.

Erick menilai Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk mengembangkan ekosistem industri kendaraan bermotor listrik dan baterai listrik. Di sektor hulu, ungkap Erick, Indonesia memiliki cadangan dan produksi nikel terbesar di dunia dengan porsi cadangan sebesar 24 persen dari total cadangan nikel dunia.

Sedangkan di hilir, Indonesia berpotensi memiliki pangsa pasar produksi dan penjualan kendaraan jenis bermotor roda dua dan empat yang sangat besar dengan potensi 8,8 juta unit untuk kendaraan roda dua dan 2 juta unit untuk kendaraan roda empat pada 2025. 

"Dengan keunggulan rantai pasokan yang kompetitif, setidaknya 35 persen komponen EV bisa berasal dari lokal," kata Erick.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement