Sabtu 16 Apr 2022 16:43 WIB

Berkas Perkara Pelanggaran HAM Berat Paniai Dilimpahkan ke Penuntutan

Jaksa segera menyusun dakwaan untuk satu tersangka kasus Paniai 2014.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat Paniai Berdarah 2014 akan segera disidangkan. Tim penyidikan HAM berat di Kejaksaan Agung (Kejakgung), pada Sabtu (16/4) melimpahkan berkas perkara IS, terkait kasus tersebut ke jaksa penuntutan umum. Selanjutnya, tim penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), akan menyusun dakwaan untuk segera membawa kasus itu ke pengadilan.

“Tim jaksa penyidik pada direktorat HAM berat Jampidsus, telah melaksanakan pelimpahan berkas perkara atau tahap satu atas tersangka IS dalam perkara pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai, Papua,” begitu kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana dalam siaran pers, Sabtu (16/4).

Baca Juga

Selanjutnya, kata Ketut tim jaksa penuntutan akan meneliti kelengkapan berkas-berkas perkara dari hasil penyidikan. Tim jaksa penuntutan, kata Ketut, akan meneliti ulang berkas dari hasil penyidikan tersebut.

Jika tim penuntutan menyatakan berkas telah lengkap, akan selanjutnya, bakal disusun pendakwaan. “Dalam waktu dekat, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan segera menyusun konstruksi hukum dan dakwaan untuk di bawa ke persidangan,” ujar Ketut.

Dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini, penyidik pada Jampidsus, menetapkan IS sebagai tersangka tunggal, Jumat (1/4). IS adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu. 

Tersangka IS bertanggung jawab atas jatuhnya 4 korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa itu. Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Penyidik juga menjerat tersangka IS, dengan sangkaan Pasal 40 juncto Pasal 9 huruf h, juncto Pasal 7 huruf b UU Pengadilan HAM. Pasal-pasal tersebut mengatur soal peran pelanggaran HAM berat berupa pembunuhan, dan kejahatan terhadap kemanusian, serta mengatur soal komandan militer dalam pengendalian pasukan. 

“Peristiwa pelangaran HAM yang berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan atau de facto berada di bawah kekuasaan pengendaliannya, serta tidak mencegah, atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pasukannya sebagai pelaku (pembunuhan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan),” begitu kata Ketut.

Pasal-pasal yang disangkakan kepada tersangka IS tersebut, serta mengatur soal ancaman penjara selam 20 tahun, atau paling ringan 10 tahun penjara. Direktur HAM Berat pada Jampidsus, Erryl Prima Putra Agoes mengatakan, kasus tersebut akan disidangkan di Pengadilan HAM di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

“Untuk persidangannya nanti di Pengadilan HAM di Makassar,” ujar Erryl kepada Republika.

Menurut dia, alasan sidang kasus tersebut digelar di Makassar, lantaran amanah UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. “Tidak semua di provinsi, ada Pengadilan HAM. Dan untuk yang di Papua, itu pengadilannya mengikuti pengadilan di Makassar,” kata Erryl menambahkan.

Kapan persidangan HAM tersebut akan digelar, Erryl mengatakan, saat ini tim di Jampidsus, masih terus melengkapi berkas perkara, dan penyusunan dakwaan, untuk segara dapat diajukan ke pengadilan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement