Rabu 23 Mar 2022 14:16 WIB

DKI Jakarta akan Bangun Pabrik Minyak Goreng

Pembangunan pabrik minyak goreng DKI Jakarta untuk penguatan sistem pangan

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nur Aini
Pengunjung membeli minyak goreng kemasan di Pusat Perbelanjaan, ilustrasi. Direktur Utama BUMD DKI Jakarta PT Food Station Tjipinang Jaya, Pamrihadi Wiraryo, mengatakan, pihaknya berencana membuat pabrik minyak goreng saat melakukan penjajakan dengan Agro Jabar dan Agro Jateng.
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Pengunjung membeli minyak goreng kemasan di Pusat Perbelanjaan, ilustrasi. Direktur Utama BUMD DKI Jakarta PT Food Station Tjipinang Jaya, Pamrihadi Wiraryo, mengatakan, pihaknya berencana membuat pabrik minyak goreng saat melakukan penjajakan dengan Agro Jabar dan Agro Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Utama BUMD DKI Jakarta PT Food Station Tjipinang Jaya, Pamrihadi Wiraryo, mengatakan, pihaknya berencana membuat pabrik minyak goreng saat melakukan penjajakan dengan Agro Jabar dan Agro Jateng. Namun demikian, kata dia, belum ada keputusan mengenai rencana tersebut.

 

Baca Juga

“Iya (akan buat pabrik migor) tapi belum diputuskan karena masih melakukan pembicaraan awal pekan lalu,” kata Pamrihadi kepada awak media di DPRD DKI Jakarta, Rabu (23/3/2022).

 

Dia menyebut, pembicaraan lanjutan nanti akan membahas di mana pabrik tersebut ditempatkan. Menyoal lokasi, Pamrihardi menyebut akan ideal saat dekat dengan pelabuhan. “Jadi entah di Marunda atau di Surabaya, atau mungkin di Kendal,” katanya.

Ditanya tujuan pembuatan pabrik untuk persediaan minyak goreng bagi warga Jakarta, dia menampiknya. Tetapi, pembangunan pabrik minyak goreng itu, kata dia, adalah penguatan sistem ketahanan pangan.

“Target kita ke depan adalah kemandirian pangan. Seperti beras, kita sudah mulai mandiri. DKI saat ini memang tak punya sawah, tapi Food Station saat ini memiliki cadangan stok beras yang cukup,” ujarnya.

Pamrihadi mengatakan, Agro Jabar dan Jawa Tengah menjadi calon rekanan karena dilihat DKI dari sektor hilir yang ada. Menurutnya, Jawa Barat dan Jawa Tengah memiliki daya serap yang relatif sama dengan DKI Jakarta.

“DKI Jakarta penduduknya 10 juta, Jabar 35 juta, Jateng 30 juta. Sehingga merupakan sinergi, poinnya adalah ketika kita memproduksi marketnya ada apa engga. Sekarang pasarnya kan sudah digenggam nih, tinggal gimana kita memproduksinya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement