Jumat 18 Mar 2022 03:22 WIB

Pengamat: Kenaikan PPN akan Lemahkan Daya Beli Masyarakat

Kebijakan PPN 11 persen berlaku per 1 April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kebijakan pemerintah yang akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai akan memberatkan dan melemahkan daya beli masyarakat. Kebijakan itu berlaku per 1 April 2022.

"Kebijakan Kementerian Keuangan RI yang akan memberlakukan tarif baru PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, sudah pasti memberatkan masyarakat yang masih dalam kondisi pandemi," kata Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr Huriah Ali Hasan, MM di Makassar, Kamis (17/3/2022).

Baca Juga

Dia mengatakan, dengan kebijakan itu konsumen akan membayar penyesuaian PPN tersebut yang pasti akan mempengaruhi harga produk yang ditentukan oleh produsen atau ritel. "Artinya, karena PPN naik, ya harga barang sudah pasti ikut naik. Karena dalam setiap produk barang, komponen lain sudah ditentukan oleh produsen, sehingga harga bisa ditentukan berapa yang harus dibayar oleh konsumen," katanya.

Dengan demikian, kalau salah satu komponen naik harganya, seperti PPN, otomatis naik juga harga barang yang akhirnya akan sampai di tangan konsumen.

Kondisi ini berlaku untuk banyak produk yang selalu dikonsumsi oleh masyarakat. Jadi otomatis pengeluaran masyarakat jadi lebih tinggi.

Sementara uang yang diterima oleh masyarakat, baik dari gaji/upah ataupun hasil usaha, tidak berubah. "Karena itu, kenaikan PPN akan melemahkan daya beli masyarakat, kalau kebijakan kenaikan PPN ini dipaksakan," katanya.

Apalagi akan ada kenaikan PPN lagi jadi 12 persen pada tahun 2025, maka angka kemiskinan di Indonesia pun berpotensi jadi bertambah.

Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Watampone, Hadinengrat Nusantoro mengatakan, kenaikan PPN 11 persen ini berlaku untuk semua bentuk transaksi baik belanja pemerintah maupun bisnis. Menurut dia, semua transaksi yang terkena PPN kena tarif baru, kecuali transaksi yang tidak kena tarif baru tidak berlaku. 

Adapun alasan perubahan tarif ini terdapat beberapa faktor di antaranya, pemulihan defisit fiskal di bawah 3 persen dari PDB, pemulihan ekonomi, serta peningkatan penerimaan negara. 

Jika dilihat nilai tarif PPN di negara lain, lanjut dia, Indonesia merupakan tarif PPN yang terendah sejak 1988 hingga sekarang. Tentu dengan adanya kenaikan ini, akan berdampak terhadap penerimaan pajak negara dari barang masuk dari luar negeri.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement