Kamis 17 Feb 2022 11:09 WIB

KPK Siap Hadapi Praperadilan Kasus Helikopter AW 101

KPK yakin proses pengusutan perkara Helikopter AW 101 sesuai prosedur.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku siap menghadapi gugatan praperadilan terkait kasus dugaan rasuah pembelian helikopter AW 101. Gugatan praperadilan diajukan pihak bernama Jhon Irfan Kenway ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"KPK telah menerima pemberitahuan permohonan dimaksud dan kami tentu siap menghadapainya," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Baca Juga

Dia menegaskan, seluruh proses pengusutan perkara ini telah sesuai prosedur aturan hukum berlaku. KPK yakin majelis hakim bakal menolak seluruhnya gugatan praperadilan tersebut. "Sehingga kami optimis gugatan dimaksud akan ditolak pengadilan," katanya.

Jhon Irfan Kenway menggugat proses hukum terkait dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 yang dilakukan KPK. Dia meminta hakim menyatakan status tersangkanya tidak sah karena status itu sudah melampaui waktu dua tahun dan tersangka penyelenggara negara sudah dihentikan penyidikannya.

Selain itu, Jhon juga meminta hakim membatalkan pemblokiran aset yang sudah dilakukan, termasuk milik ibu kandungnya. Dia juga meminta hakim mencabut pemblokiran uang negara Rp 139,43 miliar yang berada di rekening PT Diratama Jaya Mandiri untuk dan tetap dikuasai oleh pemegang kas TNI Angkatan Udara.

"Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.DIK-44/01/06.2017 tanggal 16 Juni 2017 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh KPK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian dikutip dari SIPP PN Jakarta Selatan, Selasa (8/2). Gugatan itu terdaftar dengan Nomor Perkara 10/Pd.Pra/2022/PN JKT.SEL

Kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dibongkar lewat kerja sama antara Puspom TNI di era Panglima Jendral Gatot Nurmantyo dengan KPK. PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.

Pada Februari 2016, setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar. Sehingga diyakini ada potensi kerugian negara sebesar Rp 220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101 tersebut.

Puspom TNI kemudian menetapkan lima tersangka dari unsur militer dalam perkara tersebut. Mereka adalah mantan wakil gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama FA yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017.

Tersangka lainnya, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau, Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau, dan Marsekal Muda (Purn) SB selaku Staf Khusus KSAU atau eks Asrena KSAU.

Sedangkan KPK menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta, yakni Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia. KPK hingga kini tidak melakukan penahanan terhadap tersangka dimaksud.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement