Jumat 14 Jan 2022 18:23 WIB

Situs Pemerintahan Ukraina Jadi Target Serangan Siber

Laman situs Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan belum berfungsi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Peretasan (Ilustrasi)
Foto: VOA
Peretasan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Sejumlah situs pemerintahan Ukraina menjadi target serangan siber besar-besaran pada Kamis (13/1) malam. Beberapa situs di antaranya belum berfungsi.

Situs kementerian luar negeri, kabinet menteri, kebijakan agraria, dewan keamanan dan pertahanan, dan kementerian pendidikan Ukraina semuanya tampaknya tidak berfungsi.

Baca Juga

“Akibat serangan global pada malam 13-14 Januari 2022, situs resmi Kementerian Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan (Ukraina) untuk sementara tidak aktif,” kata kementerian itu di lawan Facebook-nya.

Di beberapa situs terdapat teks dalam tiga bahasa, yakni Ukraina, Polandia, dan Rusia. Terpampang kata-kata bahwa semua data Ukraina yang diunggah ke jaringan telah menjadi publik.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleh Nikolenko mencurigai Rusia sebagai dalang di balik aksi serangan siber tersebut. “Terlalu dini untuk menarik kesimpulan, tapi ada catatan panjang serangan Rusia terhadap Ukraina di masa lalu,” ujarnya.

Saat ini hubungan Rusia-Ukraina tengah memanas. Moskow mengerahkan pasukannya ke perbatasan Kiev dan dikabarkan berencana melancarkan serangan. Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sudah menyatakan dukungannya untuk Ukraina.

Hubungan Ukraina dengan Rusia telah memanas sejak Februari 2014, yakni ketika massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Dia dimakzulkan setelah gelombang demonstrasi berlangsung tanpa henti selama tiga bulan.

Massa memprotes keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Keputusan tersebut ditengarai akibat adanya tekanan Moskow. Rusia memang disebut tak menghendaki Kiev lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa. 

Ukraina membentuk pemerintahan baru pasca-pelengseran Yanukovych. Namun Rusia menentang dan memandang hal tersebut sebagai kudeta. Tak lama setelah kekuasaan Yanukovych ditumbangkan, Moskow melakukan aksi pencaplokan Semenanjung Krimea.

Kala itu terdapat kelompok pro-Uni Eropa dan pro-Rusia di Ukraina. Kelompok separatis pro-Rusia merebut sebagian besar dua wilayah timur Ukraina yang dikenal sebagai Donbass. Pertempuran pun berlangsung di sana. Hingga kini, ketegangan masih terjadi di wilayah tersebut.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement