Kamis 13 Jan 2022 00:54 WIB

Bisnis Tanah Virtual di Metaverse, Seperti Apa Sih Itu?

Pengguna metaverse yang semakin banyak mendorong berkembangnya tanah virtual.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ridi Ferdiana menilai aktivitas pembelian tanah virtual di Metaverse berpeluang menjadi wahana investasi yang menjanjikan di masa mendatang. "Jika dibandingkan dengan kenaikan tanah di kondisi nyata tentu ini sangat menjanjikan tetapi apakah memang aman dan ada peminat yang bersedia membeli itu cerita yang berbeda," kata Ridi Ferdiana.

Menurut Ridi, potensi itu ada mengingat terus berkembangnya para pengguna metaverse (dunia komunitas virtual tanpa akhir yang saling berhubungan). Seiring perkembangan itu, berbagai lokasi menarik seperti universitas, situs sejarah dan budaya, hingga point of interest lain diperjual belikan dalam bentuk tanah virtual.

Baca Juga

"Kenaikan (nilai tanah virtual) yang dijanjikan juga menjanjikan," ucap dia.

Ia mencontohkan lokasi lahan virtual Universitas Gadjah Mada yang sebelumnya bernilai 0.1 USDT (mata uang Crypto) di Next Earth saat ini nilainya naik pesat menjadi 382,64 USDT atau 382.000 persen kenaikan investasinya.

Pantauan ANTARA melalui situs Nextearth.io, sejumlah lahan virtual yang tepat berada di peta digital lokasi sejumlah kawasan atau aset penting di Yogyakarta juga telah terjual senilai mata uang kripto. Beberapa di antaranya adalah lahan virtual di lokasi Kompleks Gedung Agung Yogyakarta terjual senilai 36,84 USDT, Kompleks Museum Benteng Vredeburg terjual 15,17 USDT, serta Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY juga telah terjual senilai 6,19 USDT.

Lahan virtual di lokasi Alun-alun Utara juga terjual 244.51 USDT dan Kepatihan atau Kantor Gubernur DIY terjual 17.39 USDT. Melihat animo pembelian lahan virtual itu, menurut Ridi, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang akan muncul bisnis kredit kepemilikan lahan atau aset virtual layaknya sistem kredit kepemilikan rumah (KPR).

"Konsep KPR akan sangat mungkin terjadi di sini tetapi bukan mencicil tetapi memiliki sebagian kecil dari landmark yang ada misalnya satu per 10 gedung UGM," kata dia.

Ia mengatakan keamanan aset virtual yang ada di Next Earth didasarkan pada konsep teknologi Blockchain. Layaknya membeli kendaraan dengan kepemilikan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) yang tercatat, menurut dia, membeli tanah virtual akan memiliki kepemilikan berupa Non Fungible Token (NFT) yang mencegah aset disalin dan diperbanyak.

"Legalisasinya saat ini memang belum diatur sepenuhnya untuk aset virtual ini. Tetapi mengacu pada statemen bank sentral Indonesia, uang kripto adalah komoditas digital yang perlu dikaji kredibilitasnya," kata dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement