Ahad 19 Dec 2021 22:15 WIB

Gunakan Zakat untuk Bayar Utang Muzaki, Bolehkah?

Terdapat perbedaan terkait hukum zakat untuk bayar utang

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Terdapat perbedaan terkait hukum zakat untuk bayar utang. Febryan. AIlustrasi Zakat
Foto: Republika/Prayogi
Terdapat perbedaan terkait hukum zakat untuk bayar utang. Febryan. AIlustrasi Zakat

REPUBLIKA.CO.ID, — Salah satu orang yang berhak menerima zakat adalah gharim, yakni orang yang memiliki utang.

Namun bolehkah seseorang membayar zakat kepada orang yang berutang kepadanya, kemudian zakat tersebut dibayarkan kembali kepadanya untuk melunasi utang? 

Baca Juga

Melansir laman askthescholar.com, ulama asal Kanada Syekh Ahmad Kutty mengatakan pemberi pinjaman diperbolehkan untuk memotong pinjaman dari zakat jika orang tersebut tidak dapat membayar utangnya karena kesulitan keuangannya.  

"Jika pemberi pinjaman melakukan ini, dia harus memberi tahu agar peminjam merasa nyaman dengan hal itu. Jika peminjam tidak menerimanya, maka pemberi pinjaman tidak boleh memaksanya," ujar dia. 

Namun pandangan ini bertentangan dengan sebagian ulama seperti Abu Hanifa dan Ahmad. Hal ini juga bertentangan dengan Mazhab Syafii. 

Semua setuju bahwa seseorang tidak dapat menghapus pinjaman dengan memberikan barang dagangan karena akan menyebabkan nilai transaksi yang tidak sesuai. 

Apalagi jika menghapus utang menggunakan zakat, dengan cara ini, niat ikhlas dari ibadah khawatir akan bercampur dengan unsur keserakahan, yang tidak dapat diterima. 

Jika dilihat dari semangat syariah dan tujuannya yang lebih tinggi, pandangan pertama tampaknya lebih masuk akal. Hal ini juga tampaknya didukung oleh beberapa hadits Rasulullah SAW.  

Para penerima zakat, sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surat At Taubah ayat 60 sebagai berikut:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Mahamengetahui, Mahabijaksana.”  

Salah satu kategori penerima zakat yang disebutkan di atas berbunyi, “Dan bantulah mereka yang berutang" karena peminjam tidak dapat membayar, tidak ada alasan bagi pemberi pinjaman tidak dapat mengurangi utangnya dari zakat dia. Keberatan kelompok kedua terhadapnya bahwa zakat mengharuskan pemindahan kepemilikan kepada penerima.     

Ada juga hadits dari Nabi,  salah satu sahabat mengalami kerugian dalam pembelian panen, dan dengan demikian menjadi terbebani oleh utang, dan Nabi memerintahkan para sahabat untuk memberinya amal. 

Berdasarkan bukti-bukti ini, menurut Hasan Al Bashri dan Ata, Imam Ja'far As Shadiq, Ibn Hazm, dan beberapa ulama Mazhab Syafii, dan lainnya, lebih menyukai pandangan ini.

 

Sumber: askthescholar 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement