Sabtu 27 Nov 2021 22:44 WIB

Haedar Ajak Sejarawan Muhammadiyah Berpikiran Terbuka

Hal itu diungkapkan Haedar pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah.

Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nasir pada acara Jawa Tengah Bermunajat, di Lapangan Pancasilla, Simpanglima, Semarang, Sabtu (26/10) malam.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nasir pada acara Jawa Tengah Bermunajat, di Lapangan Pancasilla, Simpanglima, Semarang, Sabtu (26/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan agar sejarawan Muhammadiyah berpikiran terbuka dalam proses merekonstruksi peristiwa sejarah. Hal itu diungkapkan Haedar pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah, Sabtu (27/11).

"Memahami sejarah itu perlu hati, perlu ada kejujuran dan perlu berpikiran terbuka," kata Haedar Nashir.

Baca Juga

Ia berharap sejarawan Islam, khususnya sejarawan Muhammadiyah, tidak terjebak pada dogma serta mampu mampu membuktikan peristiwa sejarah berlandaskan kaidah ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. "Watak ilmu pengetahuan itu terbuka untuk didialogkan, terbuka untuk dikoreksi dan saling koreksi," kata dia.

Meski demikian, menurut dia, upaya rekonstruksi sejarah kerap kali menjadi buntu ketika bersinggungan dengan politik yang syarat kepentingan individu maupun kelompok. Atas dasar politik, menurut dia, sejarah rawan dimanipulasi.

"Sejarah kerap dipagari kepentingan jangka pendek dan dalam kepentingan politik jangka pendek inilah kadang terjadi pendustaan terhadap sejarah atau konstruksi sepihak terhadap sejarah," kata dia.

Ia juga meminta sejawaran Muhammadiyah tidak terjebak pada praktik simplifikasi yang hanya menonjolkan satu aktor saja dalam mengulas peristiwa sejarah. "Sering kita ketika berbicara sejarah yang terjadi adalah simplifikasi. Hanya satu peristiwa, hanya satu aktor. Apalagi ketika masuk konstruksi politik itu tergantung siapa pemenang politik di suatu rezim, dia yang akan mengonstruksi tunggal," ujarnya.

Haedar juga mengajak masyarakat, khususnya umat Muslim, memperkaya wawasan mengenai sejarah yang multiperspektif agar mampu menentukan arah masa depan berdasarkan pandangan yang luas. "Itulah pentingnya pelajaran sejarah, baik di sekolah, keluarga, bahkan di organisasi," turur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement