Senin 15 Nov 2021 15:10 WIB

Cuaca Ekstrem Terjadi Saat Kebakaran Tangki Kilang Cilacap

Cuaca ekstrem pada Sabtu (13/11) malam terjadi intens dengan durasi lama.

Kepulan asap terlihat dari tangki 36 T 102 yang terbakar di Kilang Pertamina Internasional RU IV Cilacap, Jawa Tengah, Ahad (14/11).
Foto: ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.
Kepulan asap terlihat dari tangki 36 T 102 yang terbakar di Kilang Pertamina Internasional RU IV Cilacap, Jawa Tengah, Ahad (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti klimatologi dari Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan cuaca ekstrem terjadi saat insiden kebakaran tangki di Kilang Cilacap di Jawa Tengah pada Sabtu (13/11) malam. Pita hujan bahkan sempat terjadi saat cuaca ekstrem malam itu. 

"Tanggal 13 itu merupakan cuaca ekstrem yang intens. Tidak hanya singkat durasinya, tetapi long life," kata Erma dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin (15/11). 

Baca Juga

Erma menjelaskan konsentrasi hujan tertinggi saat itu berada di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, di antaranya wilayah Cilacap yang masuk dalam luasan konsentrasi maksimum pada sore hari. Kondisi cuaca tersebut berlanjut sampai pukul 19.00 WIB. Sejam kemudian badai sudah membentuk pita hujan atau rainband yang terangkai di bagian selatan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, bahkan sampai ke sebagian Jawa Timur.

"Ada pergerakan badai atau hujan, pita hujan ini terbentuk di wilayah bagian selatan. Tentu kita tahu bahwa Cilacap itu ada di bagian selatan," jelasnya.

Lebih lanjut Erma menerangkan bahwa awan konvektif itu belum meluruh sampai pukul 22.00 WIB masih terkonsentrasi di selatan dan bergerak terus ke arah laut hingga menjelang dini hari pukul 04.00 WIB. Kondisi itu menyebabkan cuaca ekstrem yang intens dengan durasi yang lama.

Menurutnya, sel badai yang tadinya kecil-kecil kemudian bergabung, meluas, dan membesar cenderung persisten menghasilkan hujan dengan intensitas tinggi. "Kalau kondisinya seperti ini sangat kecil kemungkinan tidak ada aktivitas petir di dalam sel badai konvektif yang dihasilkan," ujarnya.

Erma mengungkapkan keberadaan petir di wilayah selatan Jawa Tengah tidak terdata oleh satelit global yang mengumpulkan data-data petir secara langsung, namun aktivitas petir terdeteksi di bagian utara Jawa Tengah. Menurutnya, resolusi data itu mungkin tidak tinggi sehingga kurang bisa merepresentasikan kondisi saat terjadi badai dalam skala yang sangat luas.

"Badai tidak hanya awan saja, tapi juga hujan, jadi terbentuk awan konvektif dengan pertumbuhan sangat cepat didukung badai. Saya pribadi berkeyakinan aktivitas petir itu pasti sudah terdapat di dalamnya," ujar Erma.

Sementara itu BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap mengatakan dari alat deteksi petir di BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara diperoleh analisis bahwa pada hari Sabtu (13/11), pukul 18.00 WIB hingga 19.30 WIB, terdapat dua sambaran petir dengan jarak 45 kilometer dan 12 kilometer. Sambaran petir pertama terjadi pada pukul 18.47 WIB, sedangkan yang kedua pada pukul 19.23 WIB. Analisa BMKG menyatakan sambaran petir yang terdekat dengan area kilang terjadi pada pukul 18.47 WIB. 

Seperti diwartakan sebelumnya, insiden kebakaran di area Kilang Cilacap terjadi pukul 19.10 WIB Sabtu malam menimpa tangki 36 T-102. Tangki itu berisi komponen produk Pertalite sebanyak 31.000 kiloliter.

Sepanjang 26 tahun terakhir dari 1995 hingga 2021, insiden kebakaran kilang minyak di Cilacap telah terjadi sebanyak tujuh kali. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi dan investigasi terkait insiden kebakaran tersebut.

Dia memastikan pasokan bahan bakar minyak maupun Elpiji masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, sehingga masyarakat tidak perlu melakukan panic buying atau pembelian berlebihan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement