Jumat 12 Nov 2021 21:55 WIB

Bank Diminta Ubah Cara Pandang Penyaluran Kredit UMKM

Penyaluran kredit UMKM seharusnya dinilai dari sisi kelayakan atau cashflow usaha.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Peserta menunjukkan produk olahan ikan yang dijual pada bazar produk kelautan dan perikanan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/11). Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berharap kalangan perbankan mengubah cara pandang dalam penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Foto: Antara/Novrian Arbi
Peserta menunjukkan produk olahan ikan yang dijual pada bazar produk kelautan dan perikanan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/11). Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berharap kalangan perbankan mengubah cara pandang dalam penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

REPUBLIKA.CO.ID, Iit Septyaningsih

JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki berharap kalangan perbankan mengubah cara pandang dalam penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Bila selama ini lebih dominan dengan pola pandang terhadap ketersediaan dan kekuatan agunan, maka sebaiknya sudah mulai menilai dari sisi kelayakan atau cashflow usaha UMKM. 

Baca Juga

Teten menyebutkan, kredit perbankan bagi UMKM saat ini baru sebesar 19,8 persen. Angka ini akan ditingkatkan menjadi di atas 30 persen pada 2024 mendatang. 

"Oleh karena itu, digitalisasi UMKM tidak hanya fokus pada sisi pemasaran saja. Lebih dari itu, dalam pengelolaan bisnis UMKM juga harus sudah digital. Jadi, pihak perbankan bisa melihat dengan jelas kelayakan usaha dan  cashflow UMKM secara digital," ujar Menkop, pada acara peluncuran Roadshow Klinik UMKM bertajuk Berdayakan UMKM, Lahirkan Pahlawan Digital Baru, di Solo Technopark, Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (12/11). 

Menurut Teten, agar pelaku UMKM bisa scaling-up dengan digitalisasi, pemerintah sudah menciptakan ekosistemnya. Baik dari sisi supply maupun demand. 

“Semua itu sudah tertuang dalam UU Cipta Kerja. Saat ini, aturan tersebut sudah masuk dalam tahap implementasi," kata dia.

Hingga saat ini, lanjut Teten, setidaknya 16,4 juta UMKM telah terhubung ke dalam ekosistem digital. Angka ini meningkat hampir 105 persen. 

“Target hingga 2024 sebanyak 30 juta pelaku UMKM sudah onboarding di platform-platform digital. Kami akan lebih menyasar pelaku usaha mikro yang jumlahnya masih sangat dominan," jelas Teten. 

Demi mengurangi jumlah usaha mikro dengan strategi scaling-up, Teten meminta para kepala daerah untuk mengembangkan keunggulan domestik yang dimiliki masing-masing. “Keunggulan domestik itu harus dikembangkan. Daerah yang pilih sendiri sektor mana yang bisa di-scaling up," ujarnya.

Meski begitu, program digitalisasi dan scaling-up akan lebih diarahkan pada UMKM yang berbasis kreativitas hingga berbasis teknologi agar bisa masuk rantai pasok industri. "Jangan membuat produk yang sudah dihasilkan usaha besar karena UMKM pasti kalah. Kita harus masuk ke rantai pasok mereka, seperti sektor furnitur, otomotif, elektronik, dan sebagainya," tutur dia.

Dalam kesempatan sama, Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyebutkan pihaknya terus mengajak pelaku UMKM bertransformasi ke digital agar pasar produknya lebih terbuka dan luas. "Saya meyakini daya beli masyarakat masih cukup terjaga untuk menopang pertumbuhan UMKM, khususnya di wilayah Solo," katanya.

Gibran menambahkan, Solo Technopark harus dimanfaatkan sebagai ajang UMKM scaling-up. Hal itu karena, ini merupakan tempat berkumpulnya para unicorn, CEO, pengusaha sukses, hingga orang-orang kreatif dan produktif. “Sehingga, percepatan pemulihan ekonomi bisa berjalan lebih cepat lagi," tegas dia.

Sementara itu, CEO Bukalapak Rahmat Kaimuddin menjelaskan, Klinik UMKM berfungsi memberdayakan UMKM dengan menyiapkan pasar digital. “Selain itu, kita juga memodernisasi warung sebagai Mitra Bukalapak lewat digitalisasi," tuturnya.

Hanya saja, Rahmat mengakui, Bukalapak tidak bisa melakukan itu sendiri. "Kami menyiapkan infrastruktur pasar digital. Hal lainnya seperti pembinaan dan inkubasi disinergikan dengan pihak lain. Makanya, kita bersinergi dengan Kementerian Koperasi dan UKM,” ujar dia.

Rahmat juga menyatakan, tantangan yang dihadapi UMKM sangat kompleks dan beragam. Mulai dari tidak adanya infrastruktur yang mampu membuat usaha mereka lebih berkembang, kurangnya permodalan untuk memperbanyak variasi produk, hingga tidak meratanya adopsi teknologi. 

“Dan juga masih minimnya inklusi keuangan yang mempersulit mereka dalam melakukan transaksi," jelas Rahmat. Sedangkan Direktur Solo Technopark Yudit Cahyantoro menjelaskan, pelaku UMKM di Solo semakin meningkat jumlahnya, terlebih di saat pandemi. Untuk itu, akselerasi bisnis UMKM harus terus ditingkatkan. 

“Caranya, dengan melakukan kolaborasi, menyiapkan regulasi, dan menciptakan ekosistemnya. Peran Solo Technopark ada di sisi menciptakan ekosistem," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement