Jumat 08 Oct 2021 19:28 WIB

4 Perkara Dikuasai Nabi Yahya dan Menjadikannya Istimewa

Nabi Yahya terkenal dengan kemampuanya menguasai empat perkara

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Nabi Yahya terkenal dengan kemampuanya menguasai empat perkara. Ilustrasi nabi
Foto: MgIt03
Nabi Yahya terkenal dengan kemampuanya menguasai empat perkara. Ilustrasi nabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seluruh nabi dipilih Allah SWT karena kesalehannya dan berbagai sifat baik yang ditunjukkan kepada manusia. Beberapa nabi bahkan bergelar ulul azmi karena ketabahan mereka dalam menyebarkan ajaran Allah SWT.

Nabi Yahya dijelaskan memiliki kelebihan atau keistimewaan yang dijelaskan langsung oleh Allah SWT dalam Alquran. Dalam kitab Nashaih  al-‘Ibad, Syekh Nawawi Al Bantani menjelaskan tentang tafsiran potongan surat Ali Imran ayat 39:

Baca Juga

وَسَيِّدًا وَّحَصُوْرًا وَّنَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ “….dan sebagai panutan, mampu menahan diri dari hawa nafsu dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.” (QS Ali Imran 39).

Menurut Syekh Nawawi Al Bantani, mampu menahan diri dari hawa nafsu tersebut bukan berarti tidak menyukai wanita atau impoten, melainkan semata-mata untuk mencegah syahwat. Dalam menafsirkan ayat tersebut, Muhammad ibn Ahmad RA berkata: 

ذكر الله يحي سيدا وهو عبده لأنه كان غالبا على أربعة أشياء: على الهوى، وعلى إبليس، وعلى اللسان، وعلى الغضب

Artinya: “Allah menyebut Nabi Yahya dengan kata Sayyid (panutan), padahal beliau adalah hamba-Nya karena Nabi Yahya as menguasai empat hal, yaitu beliau dapat menguasai hawa nafsu, menguasai iblis, menguasai lisan, dan menguasai amarah.”

Sejak kanak-kanak Nabi Yahya juga sudah diberi Allah SWT Hikmah. Menurut Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya (9: 220) yang dimaksud dengan hikmah itu adalah pemahaman, ilmu, kesungguhan, tekad kuat, dan siap menerima semua kebaikan serta menekuninya dengan segala kemampuannya.

Tidak seperti umumnya anak-anak sebayanya yang masih suka bermain-main. Yahya tidak suka bermain. Menurut riwayat Abdullah ibn Mubarak dari Ma’mar, tatkala seorang anak mengajak Yahya bermain, dia menolaknya dan menyatakan: “Kita diciptakan bukan untuk bermain.” (Tafsir Ibn Katsir 9: 221).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement