Jumat 10 Sep 2021 07:40 WIB

Wartawan Afghanistan Dipukuli dan Ditahan Taliban

Sejumlah wartawan telah mengeluhkan adanya serangan sejak Taliban berkuasa lagi.

Red: Nur Aini
 Wartawan berbicara dengan Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban selama konferensi pers di Kabul, Afghanistan, 06 September 2021. Taliban pada 06 September, mengklaim bahwa pengambilalihan Afghanistan mereka selesai setelah mereka merebut Panjshir, provinsi terakhir yang dikuasai oleh pasukan perlawanan yang menentang Islamis. milisi. Panjshir juga merupakan pusat perlawanan terhadap kelompok Islamis selama rezim Taliban sebelumnya dari tahun 1996 hingga 2001.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Wartawan berbicara dengan Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban selama konferensi pers di Kabul, Afghanistan, 06 September 2021. Taliban pada 06 September, mengklaim bahwa pengambilalihan Afghanistan mereka selesai setelah mereka merebut Panjshir, provinsi terakhir yang dikuasai oleh pasukan perlawanan yang menentang Islamis. milisi. Panjshir juga merupakan pusat perlawanan terhadap kelompok Islamis selama rezim Taliban sebelumnya dari tahun 1996 hingga 2001.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Dua wartawan Afghanistan dipukuli dalam tahanan polisi setelah meliput demonstrasi di Kabul, kata pemimpin redaksi Etilaat Roz, surat kabar tempat mereka bekerja.

Zaki Daryabi, pendiri dan pemimpin redaksi (pemred) Etilaat Roz, membagikan foto-foto kedua wartawan itu di media sosial. Salah satu foto memperlihatkan bekas pukulan di punggung bawah dan kaki, foto lainnya memperlihatkan bekas pukulan di bahu dan lengan. Wajah kedua wartawan itu juga tampak memar dan terluka, menurut foto yang dilihat dan diverifikasi oleh Reuters.

Baca Juga

Ketika ditanya soal insiden itu, seorang menteri Taliban dalam pemerintahan baru mengatakan bahwa setiap serangan terhadap wartawan akan diselidiki. Dia menolak untuk disebut namanya. Daryabi mengatakan insiden pemukulan itu membawa pesan mengerikan kepada media di Afghanistan, di mana pers yang independen, sebagian besar didanai oleh pendonor Barat, telah berkembang dalam 20 tahun terakhir.

"Lima rekan kami ditahan di pusat penahanan selama lebih dari 4 jam, dan selama empat jam itu dua rekan kami dipukuli dan disiksa secara brutal," katanya kepada Reuters pada Kamis (9/9), sehari setelah kejadian.

Dia mengatakan kedua wartawan yang terluka dibawa ke rumah sakit dan dokter menyarankan mereka untuk beristirahat dua pekan. Taliban, yang memerintah Afghanistan lagi setelah memberontak selama 20 tahun melawan pasukan asing dan pemerintah Afghanistan, sebelumnya berjanji untuk mengizinkan media beroperasi dan menghormati hak asasi manusia. Tapi insiden kekerasan sejak mereka berkuasa telah memicu keraguan di kalangan warga Afghanistan.

Baca juga : Program Kartu Prakerja Gelombang 20 Dibuka, Ini Syaratnya

Taqi Daryabi, satu dari dua wartawan Etilaat Roz itu, mengatakan tujuh atau delapan orang memukuli mereka selama sekitar 10 menit. "Mereka mengangkat tongkat dan memukuli kami sekuat tenaga. Setelah mereka memukuli kami, mereka melihat kami pingsan. Mereka membawa kami untuk dikurung di sel bersama beberapa orang lainnya," kata dia.

Reuters belum dapat memverifikasi pengakuannya secara independen. Saat Taliban memerintah negara itu pada 1996-2001, tidak ada media yang independen dan internet masih dalam perkembangan. Sejumlah wartawan telah mengeluhkan adanya serangan sejak Taliban berkuasa lagi.

Beberapa perempuan mengatakan mereka tidak diizinkan untuk bekerja di sektor media. Dalam pemerintahan Taliban yang pertama, perempuan dilarang bekerja dan bersekolah. Kelompok militan itu mengatakan dalam beberapa pekan terakhir bahwa perempuan akan diizinkan untuk bekerja dan belajar di perguruan tinggi berdasarkan aturan hukum syariat.

"Dengan keruntuhan pemerintah secara tiba-tiba, Etilaat Roz semula memutuskan untuk bertahan dan beroperasi dengan harapan tak akan ada lagi masalah besar bagi media dan jurnalis," kata Daryabi.

"Namun dengan kejadian kemarin, harapan kecil yang saya miliki tentang masa depan media dan jurnalis di negara ini, hancur."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement