Kamis 02 Sep 2021 01:00 WIB

Varian Delta Lebih Tingkatkan Risiko Gejala Parah Covid-19

Varian delta kini mendominasi kasus Covid-19 di banyak negara, termasuk Indonesia.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi Covid-19. Risiko rawat inap dari orang yang terinfeksi varian delta sedikit lebih besar, bahkan pada mereka yang sudah divaksinasi lengkap.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Risiko rawat inap dari orang yang terinfeksi varian delta sedikit lebih besar, bahkan pada mereka yang sudah divaksinasi lengkap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru di Inggris menunjukkan bukti lebih lanjut tentang varian delta. Varian yang kini mendominasi kasus Covid-19 di banyak negara itu menimbulkan ancaman lebih besar dibandingkan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) awal.

Orang yang kena varian delta memiliki risiko dua kali lipat mengalami gejala yang membuatnya harus dirawat di rumah sakit dibanding dengan infeksi virus versi sebelumnya. Studi ini mengonfirmasi penelitian sebelumnya yang menyebut bahwa varian virus yang sangat menular dapat menyebabkan risiko gejala parah lebih besar, diterbitkan dalam penelitian dari Skotlandia pada Juni.

Baca Juga

Dilansir NBC News, Pusat Pengendalian dan Pencegahan penyakit Amerika (CDC) mengklasifikasikan delta sebagai varian yang menjadi perhatian pada Juni. Berdasarkan bukti yang ada, varian ini jauh lebih mudah menyebar dan menyebabkan kasus penyakit dengan gejala lebih parah dibandingkan varian lainnya.

Studi baru juga menambahkan bukti lebih lanjut bahwa delta memang menimbulkan ancaman yang lebih besar. Para peneliti di Public Health England mengurutkan virus di lebih dari 43 ribu kasus dari akhir Maret hingga akhir Mei. Pada saat itu, varian ini mulai terdeteksi di Inggris, tetapi belum mengambil alih sebagai varian dominan.

Mayoritas orang dalam penelitian ini, yaitu 80 persen terinfeksi varian alpha yang ditemukan di Inggris pada akhir 2020. Hanya 20 persen yang mengonfirmasi infeksi varian delta saat itu terhadap kurang dari dua persen orang yang divaksinasi lengkap dan hampir 75 persen tidak divaksinasi. 

Individu yang tersisa divaksinasi sebagian, hanya menerima satu dosis dari seri dua dosis. Setelah disesuaikan untuk faktor risiko seperti usia dan kondisi yang mendasarinya, data menunjukkan bahwa orang yang divaksinasi sebagian atau tidak divaksinasi yang terinfeksi varian delta dua kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan varian sebelumnya. 

Mereka juga 1,5 kali lebih mungkin membutuhkan perawatan medis darurat. Sebagian besar dari orang-orang yang harus dirawat di rumah sakit tidak divaksinasi, tetapi penelitian menemukan bahwa risiko rawat inap dari orang yang terinfeksi varian delta sedikit lebih besar, bahkan pada mereka yang sudah divaksinasi lengkap, meskipun ini masih jarang terjadi.

"Analisis kami menyoroti bahwa dengan tidak adanya vaksinasi, setiap wabah varian delta akan memberikan beban yang lebih besar pada perawatan kesehatan daripada Alpha,” ujar penulis utama studi tersebut, Anne Presanis, seorang ahli biostatistik dari University of Cambridge, dalam rilis berita.

Sementara itu, Amber D'Souza, seorang ahli epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg mengatakan para peneliti telah memahami selama berbulan-bulan bahwa delta jauh lebih menular daripada versi virus sebelumnya. Namun demikian, ia menyebut belum jelas apakah varian ini membuat orang lebih sakit.

"Penelitian ini secara sistematis menghubungkan data yang menunjukkan bahwa delta tidak hanya lebih menular, tetapi juga dapat menyebabkan hasil yang lebih buruk," ujar D'Souza.

Menurut Rebecca Wurtz, seorang ahli penyakit menular di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Minnesota, masuk akal bahwa delta akan membuat lebih banyak orang harus dirawat di rumah sakit dibanding varian sebelumnya, mengingat apa yang telah dipahami para ilmuwan tentang varian tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement