Kamis 29 Jul 2021 19:29 WIB

PBB akan Gelar Dengar Pendapat Penentang Militer Myanmar

PBB juga akan mendengar langsung mengenai cara menyediakan vaksin ke Myanmar

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Demonstran memberikan hormat tiga jari selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 21 Mei 2021.
Foto: EPA/STRINGER
Demonstran memberikan hormat tiga jari selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 21 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dewan Keamanan PBB akan menggelar sesi untuk mendengar kalangan yang dibungkam di Myanmar. Militer Myanmar diketahui berupaya “melenyapkan” kelompok-kelompok yang menentang aksi kudeta mereka pada awal Februari lalu.

 

Baca Juga

“Pekan ini, anggota Dewan Keamanan akan mendengar langsung suara-suara yang militer coba bungkam tentang cara mengatasi krisis, termasuk menyediakan vaksin (Covid-19) untuk semua,” kata Utusan Permanen Inggris untuk PBB Barbara Woodward lewat akun Twitter pribadinya, dikutip Anadolu Agency, Kamis (29/7).

 

Dia turut menyuarakan keprihatinan tentang perkembangan wabah Covid-19 di Myanmar. "Meskipun ada upaya heroik dari staf medis di sana, sistem perawatan kesehatan hampir runtuh. Ekonomi, pekerjaan serta bisnis jatuh," kata Woodward.

Hal serupa disampaikan Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews. Dia mendorong negara anggota Dewan Keamanan mendorong gencatan senjata di Myanmar menyusul meningkatnya kasus dan kematian akibat Covid-19.

 

Andrews menuding pemerintahan junta atau dikenal dengan State Administrative Council (SAC) meningkatkan serangannya terhadap petugas kesehatan. “Ada kebutuhan mendesak bagi negara-negara anggota untuk  menggunakan semua alat PBB, termasuk pengesahan resolusi yang menuntut SAC segera menghentikan semua serangan, terutama terhadap profesional perawatan kesehatan yang sangat dibutuhkan untuk memerangi pandemi Covid-19 yang terus berlanjut menghancurkan Myanmar,” ujarnya.

 

Menurut laporan PBB, pasukan Myanmar telah terlibat setidaknya dalam 260 serangan terhadap personel dan fasilitas medis. Setidaknya 18 orang tewas akibat tindakan tersebut. "Lebih dari 600 profesional perawatan kesehatan saat ini menghindari surat perintah penangkapan yang luar biasa dan setidaknya 67 ditahan oleh pasukan junta," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement