Selasa 27 Jul 2021 17:21 WIB

Iran Tunda Bahas RUU Internet yang Kontroversial

Jika disahkan, UU akan membatasi warga Iran mengakses media sosial dan aplikasi pesan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pria berjalan dengan latar mural bendera Iran. Parlemen Iran menunda pembahasan rancangan undang-undang internet yang kontroversial. Ilustrasi.
Foto: EPA
Pria berjalan dengan latar mural bendera Iran. Parlemen Iran menunda pembahasan rancangan undang-undang internet yang kontroversial. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Parlemen Iran menunda pembahasan rancangan undang-undang internet yang kontroversial. Keputusan ini diambil saat negara itu didera gelombang unjuk rasa yang dipicu kelangkaan air dan pemadaman listrik massal.

Undang-undang yang berjudul 'melindungi pengguna ruang siber dan mengelola media sosial' itu dijadwalkan dibahas pada 26 Juli kemarin. Namun karena demonstrasi, parlemen Iran tampaknya memutuskan saat ini bukan waktu yang tepat untuk membatasi akses internet warga.

Baca Juga

Selasa (27/7) al-Monitor melaporkan menurut sumber media-media Iran pembahasan undang-undang itu ditunda sementara. Banyak pengguna media sosial Iran yang lega rancangan undang-undang itu ditunda dibahas.

Jika disahkan, undang-undang tersebut akan membatasi warga Iran mengakses media sosial dan aplikasi kirim pesan. Undang-undang itu juga akan mengganti media sosial asing dengan aplikasi media sosial dalam negeri yang akan dikontrol atau dimiliki pemerintah.

Aspek kontroversial lainnya dalam rancangan undang-undang itu adalah akan menyerahkan kendali dan pemantauan internet ke angkatan bersenjata. Walaupun ditunda, banyak pengguna media sosial yang khawatir parlemen tetap menggelar pemungutan suara untuk meloloskan rancangan undang-undang tersebut.

"(Undang-undang ini) digantung di atas kepala rakyat Iran seperti pedang," tulis jurnalis surat kabar Qom, Seyed Ali Pourtabatabaei di Twitter.

Aktivis media sosial tidak lega dengan ditundanya rancangan undang-undang kontroversial tersebut. Mereka meminta masyarakat mengambil pendekatan yang proaktif. Beberapa menyarankan rakyat untuk menghubungi kantor anggota parlemen mereka untuk mengungkapkan ketidaksetujuan atas undang-undang tersebut.

Para aktivis juga mendesak masyarakat menggunakan saluran khusus ke parlemen. Terutama ke ketua parlemen dan memberitahu legislator bahwa masyarakat menentang rancangan undang-undang itu. Petisi daring yang menentang rancangan undang-undang internet ini sudah ditandatangani 400 ribu orang.

Masyarakat Iran marah karena dari segala kesulitan yang dihadapi rakyat Iran, parlemen tetap melakukan peninjauan dan pembahasan rancangan undang-undang internet. "Jika saja kalian memiliki sedikit kebijaksanaan, maka kalian akan mengedepankan undang-undang darurat untuk vaksin dan melindungi kesehatan masyarakat," kata pemimpin redaksi dan redaktur pelaksana Memari News, Yashar Soltani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement