Senin 28 Jun 2021 22:54 WIB

Pentingnya Menjaga Kemaluan

Menjaga kemaluan penting.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Pentingnya Menjaga Kemaluan. Foto: Tisu toilet (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Pentingnya Menjaga Kemaluan. Foto: Tisu toilet (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- KH Husein Muhammad, Siti Musdah Mulia, dan KH Marzuki Wahid dalam buku Fiqh Seksualitas: Risalah Islam untuk Pemenuhan Hak-Hak Seksualitas menjelaskan setidaknya ada lima ayat dalam empat surat yang mengajarkan untuk menjaga dan memelihara alat kelamin karena sebagai bagian dari kesalehan. Salah satu ayat tersebut adalah surat An-Nur ayat 30 dan 31:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Baca Juga

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka, sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya…”

Onani atau masturbasi yang dilakukan seorang laki-laki atau perempuan dengan cara memainkan alat kelaminnya dengan tangannya sendiri tampaknya disepakati sebagai bagian tindakan yang merusak unsur etika dan tidak pantas dilakukan. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Ulama Fiqih Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh al-Sunnah menjelaskan, pendapat peratama adalah yang dikemukakan oleh mazhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Zaidiyyah. Mereka secara tegas berpendapat masturbasi atau onani adalah haram dilakukan siapa pun.

Hujjah atau argumen hukum yang mereka gunakan adalah firman Allah dalam surat An-Nur ayat 30-31. Bagi mereka, secara keseluruhan ayat-ayat tersebut menyuruh manusia memelihara alat kemaluannya pada semua keadaan, kecuali dengan istri dan suami. Kedua, pendapat para ulama mazhab Hanafi. Mereka berpendapat sama, masturbasi atau onani pada dasarnya haram. Namun, mereka membolehkan dalam keadaan tertentu di mana seseorang bisa terjerumus dalam tindakan keharaman yang lebih besar.

Jadi, hukum masturbasi atau onani menurut mazhab Hanafi adalah haram dalam sebagian keadaan dan mubah dalam keadaan lain. Untuk hukumnya, mereka mengikuti suatu kaidah fiqh dalam Syarh al-Qawâid al-Fiqihiyyah oleh Ahmad bin Muhammad al-Zarqâ bahwa idzâ ta’âradla mafsadatâni rû’iya a’dhamuhumâ dlirâran bi irtikâbi akhaffihimâ (Jika bertentangan dua bahaya, maka dipinggirkan bahaya yang lebih besar dengan melaksanakan bahaya yang lebih ringan).

Ketiga, pendapat para ulama Hanabilah. Secara keseluruhan pendapat ini sama seperti pendapat kedua. Ulama Habanabilah umumnya mengatakan onani dengan tangan sendiri haram hukumnya kecuali takut jika akan berbuat zina atau takut akan merusak kesehatan sedang ia tidak mempunya istri dan tidak mampu menikah.

Namun, karena itu dilakukan terpaksa, tentu perbuatan ini dilakukan seminimal mungkin dan tidak boleh berlebihan. Ini sesuai dengan ketentuan hukum dlarûrat seperti disinyalir dalam kaidah fiqh Al-Asybâh wa an-Nadhâ’ir fiy Al-Furû oleh Zayn al-‘Abidin bin Ibrahim bin Nujaym. Yakni, mâ ubîha li al-dlarûrati yuqaddaru bi qadarihâ (Sesuatu yang diperbolehkan karena darurat hanya boleh dilakukan sekadarnya saja).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement