Selasa 22 Jun 2021 19:11 WIB

Pasukan Myanmar Bentrok dengan Milisi Bersenjata di Mandalay

Merespons tindakan keji tentara muncul berbagai milisi bersenjata di seluruh Myanmar

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Ilustrasi: Tentara Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi: Tentara Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, MANDALAY -- Pasukan keamanan Myanmar yang dibantu kendaraan tempur bentrok dengan milisi bersenjata yang baru saja terbentuk. Berdasarkan laporan media setempat dan unggahan di media sosial bentrokan terjadi di Mandalay, kota terbesar kedua di negara Asia Tenggara itu.

Sejak militer merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintah terpilih 1 Februari lalu, pasukan keamanan Myanmar menindak keras unjuk rasa yang menentang kekuasaan militer. Merespons tindakan keji tentara muncul berbagai kelompok milisi bersenjata di seluruh penjuru Myanmar.

Baca Juga

Hingga saat ini pertempuran dengan milisi yang bersenjatakan seadanya sebagian besar terjadi di desa-desa dan daerah terpencil. Tapi milisi baru yang bernama People's Defence Force di Mandalay mengatakan anggotanya merespon serangan angkatan bersenjata yang menyerbu salah satu markas mereka.

"Kami melakukan pembalasan salah satu markas geriliya kami diserbu," kata salah satu unggahan di akun Facebook Maj. Zeekwat seperti dikutip CNN, Selasa (22/6).

Media lokal Khit Thit melaporkan angkatan bersenjata Myanmar yang didukung tiga kendaraan tempur mengepung sebuah asrama sekolah di Mandalay. Asrama itu diduga markas milisi bersenjata. Juru bicara junta militer tidak menjawab permintaan komentar.

Angkatan bersenjata melepaskan tembakan artileri dan menggelar serangan udara di tempat lain. Setelah milisi bersenjata menggelar serangan ke tentara yang menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak dan memaksa ribuan orang mengungsi.  

Pada Jumat (18/6) lalu, Majelis Umum PBB mendesak negara-negara lain berhenti mengirim senjata ke Myanmar. Majelis Umum PBB juga meminta militer Myanmar menghormati hasil pemilihan umum bulan November dan membebaskan tahanan politik termasuk pemimpin Aung San Suu Kyi.

Pada Sabtu (19/6), Kementerian Luar Negeri Myanmar mengeluarkan pernyataan yang menolak resolusi PBB. Mereka mengatakan resolusi itu berdasarkan 'tuduhan sepihak dan asumsi palsu'. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement