Selasa 15 Jun 2021 21:12 WIB

Hong Kong Waspada Kemungkinan Bocor di PLTN China

Tingkat radiasi di Hong Kong normal pada Senin (14/6) malam.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Chief Executive Hong Kong Carrie Lam.
Foto: AP/Vincent Yu
Chief Executive Hong Kong Carrie Lam.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Hong Kong sedang mengawasi dengan cermat pembangkit listrik tenaga nuklir China di dekat kawasan tersebut. Langkah ini menyusul sebuah laporan tentang kemungkinan terjadi kebocoran.

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, menyatakan data pemerintah menunjukkan tingkat radiasi di Hong Kong normal pada Senin (14/6) malam. Sebelumnya sebuah perusahaan Prancis yang membantu mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Taishan di provinsi Guangdong, Electricite de France, mengatakan sedang berurusan dengan masalah kinerja pada Senin.

Baca Juga

Laporan CNN pun menyatakan bahwa Framatome selaku pemilik mayoritas perusahaan Prancis mengatakan kepada pihak berwenang Amerika Serikat (AS) bahwa pembangkit listrik 135 kilometer barat Hong Kong mungkin bocor. "Sehubungan dengan laporan media asing tentang pembangkit nuklir di Taishan, Guangzhou, pemerintah Hong Kong sangat mementingkan hal ini," kata Lam.

Lam mengatakan pemerintahnya akan meminta informasi kepada pihak berwenang di Guangdong dan memberi tahu publik tentang perkembangan apa pun.

Pabrik yang mulai beroperasi komersial pada Desember 2018, dimiliki oleh China Guangdong Nuclear Power Group dan Electricite de France. Reaktor kedua mulai beroperasi pada September 2019.

PLTN ini adalah yang pertama dari jenis baru yang disebut Reaktor Bertekanan Eropa. Masih ada dua lagi sedang dibangun di Finlandia dan Prancis.

CNN melaporkan Framatome menulis surat kepada Departemen Energi AS untuk memperingatkan ancaman radiologis yang akan segera terjadi. Perusahan itu menuduh pihak berwenang China menaikkan batas yang dapat diterima untuk radiasi di luar pabrik untuk menghindari keharusan mematikannya. Para pejabat AS yakin tidak ada ancaman keamanan yang parah.

Pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional, mengatakan telah mengetahui masalah ini dan sedang menunggu informasi dari kontak di China. Sedangkan Electricite de France mengatakan  telah diberitahu tentang peningkatan konsentrasi gas langka tertentu di reaktor Taishan No. 1.

Lam menyatakan, kebocoran semacam itu sering terjadi di Cina dan pabrik biasanya dapat menanganinya sendiri. Namun dia mengingatkan, insiden ini diperumit oleh fakta bahwa pabrik Taishan mungkin menggunakan teknologi AS yang termasuk oleh pembatasan ekspor.

Perusahaan tenaga nuklir besar milik negara China berada di "daftar entitas" dari perusahaan yang dilarang memperoleh teknologi AS tanpa persetujuan pemerintah. Mitra Prancis mungkin meminta persetujuan AS karena Framatome sebelumnya melisensikan teknologi dari Westinghouse.

“Dengan situasi sekarang, itu menjadi sulit. Bahkan untuk masalah kecil, mereka membutuhkan persetujuan pemerintah AS," kata Lam.

Sebelum kejadian terbaru ini, Administrasi Keselamatan Nuklir Nasional melaporkan, fasilitas Taishan mengeluarkan sejumlah kecil gas radioaktif pada 9 April.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement