Senin 31 May 2021 18:15 WIB

Sri Mulyani: APBN Fokus Penanganan Kesehatan

Pemerintah menetapkan defisit APBN 2022 di kisaran 4,51-4,85 persen dari PDB.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan mengenai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ilustrasi
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan mengenai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) fokus digunakan penanganan kesehatan, perlindungan sosial, serta dukungan dunia usaha terutama UMKM. Hal ini digunakan untuk melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan dan jiwa.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan peranan APBN yang adaptif, responsif, dan fleksibel menjadi faktor penting untuk memastikan langkah-langkah penanganan Covid-19. 

Baca Juga

"APBN sebagai instrumen kebijakan ekonomi yang vital, akan terus digunakan untuk upaya-upaya intervensi penanganan kesehatan, perlindungan sosial, serta dukungan pada dunia usaha terutama UMKM," ujarnya saat Rapat Paripurna DPR, Senin (31/5).

Maka itu bendahara negara itu melanjutkan APBN 2022 juga mampu untuk merespon dinamika yang dapat berubah secara cepat tetap antisipatif terhadap risiko yang mungkin terjadi. "Pada saat yang sama, APBN 2022 harus tetap mendukung kebijakan-kebijakan reformasi struktural yang sangat penting untuk membangun fondasi baru pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," ucapnya.

Pemerintah menetapkan defisit APBN 2022 berada kisaran 4,51 persen sampai 4,85 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini setara Rp 808,2 triliun sampai Rp 879,9 triliun, namun lebih kecil daripada 2021 sebesar 5,70 persen dari PDB atau Rp 1.006,3 triliun.

"Defisit akan semakin mengecil ke minus 4,51 sampai minus 4,85 persen PDB," ucapnya.

Adapun defisit ini terjadi karena pendapatan negara pada 2022 berkisar 10,18 sampai 10,44 persen dari PDB atau Rp 1.823,5 triliun sampai Rp1.895,4 triliun. Pendapatan ini terdiri dari penerimaan pajak berkisar 8,37 sampai 8,42 persen dari PDB atau Rp 1.499,3 triliun sampai Rp 1.528,7 triliun, PNBP antara 1,80 sampai dua persen persen dari PDB atau Rp 322,4 triliun sampai Rp 363,1 triliun, dan hibah berkisar 0,01 sampai 0,02 persen dari PDB atau Rp 1,8 triliun sampai Rp 3,6 triliun.

Kemudian belanja negara pada tahun depan berkisar antara 14,69 sampai 15,29 persen dari PDB atau Rp 2.631,8 triliun sampai Rp 2.775,3 triliun. Adapun jumlah ini lebih tinggi dibanding 2021 sebesar 15,58 persen dari PDB atau Rp 2.750 triliun.

Dari sisi lain, keseimbangan primer akan mulai bergerak menuju positif kisaran minus 2,31 sampai minus 2,65 persen PDB pada 2022. Adapun rasio utang akan tetap terkendali kisaran 43,76 sampai 44,28 persen PDB.

"Di tengah kondisi pemulihan ini, kita harus tetap optimis dan tidak boleh menyerah. Kita tetap harus berkomitmen untuk menghadirkan pengelolaan fiskal yang sehat dan efektif, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement