Jumat 21 May 2021 16:10 WIB

Jepang Ancam Bekukan Bantuan untuk Myanmar

Selama ini Jepang menjadi salah satu negara pemberi dana terbesar ke Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Para pengunjuk rasa memberi hormat tiga jari saat mereka membawa bendera serikat mahasiswa selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 21 Mei 2021.
Foto: EPA/STRINGER
Para pengunjuk rasa memberi hormat tiga jari saat mereka membawa bendera serikat mahasiswa selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 21 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO  --  Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi memperingatkan negaranya dapat membekukan semua bantuan untuk Myanmar. Peringatan itu muncul karena junta militer Myanmar terus menggunakan aksi kekerasan mematikan terhadap massa penentang kudeta.

Dalam wawancara dengan surat kabar Nikkei yang diterbitkan Jumat (21/5), Motegi mengatakan Jepang telah menangguhkan pemberian bantuan baru untuk Myanmar. Keputusan itu diambil setelah militer Myanmar menggulingkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.

Baca Juga

Motegi memperingatkan pembekuan bantuan dapat diperluas. “Kami tidak ingin melakukan hal itu sama sekali, tapi kami harus menyatakan dengan tegas bahwa akan sulit untuk melanjutkannya dalam keadaan ini,” kata Motegi.

Dia menekankan Jepang mendukung demokratisasi di Myanmar dengan berbagai cara. “Sebagai sahabat, kami harus mewakili masyarakat internasional dan menyampaikannya dengan jelas,” ujar Motegi.

Ia mengatakan Jepang terus mengadakan dialog dengan junta militer Myanmar. "Kami memiliki lebih banyak variasi saluran di Myanmar, termasuk dengan militer, daripada Eropa dan AS," ucapnya.

Menurut Motegi, Tokyo memiliki hubungan jangka panjang dengan militer Myanmar. Jepang adalah penyedia bantuan ekonomi terbesar di Myanmar.

Jepang memberikan bantuan pembangunan senilai 1,74 miliar dolar AS ke Myanmar pada tahun fiskal 2019. Jumlah itu lebih banyak jika dibandingkan negara-negara lain. Namun nilai bantuan China untuk Negeri Seribu Pagoda tidak dipublikasikan.

Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior Partai NLD.

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari 800 orang dilaporkan telah tewas di tangan militer. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement