Ahad 21 Mar 2021 17:40 WIB

Pengunjuk Rasa di Myanmar Lanjutkan Aksi Tolak Kudeta

Aparat keamanan Myanmar menindak keras para pengunjuk rasa

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Para pengunjuk rasa bersiap untuk membela diri saat mereka berkumpul di kotapraja Tarkata, Yangon, Myanmar Sabtu, 20 Maret 20201. Protes terhadap pengambilalihan militer bulan lalu berlanjut Sabtu di kota-kota di seluruh Myanmar meskipun ada tindakan keras oleh pasukan keamanan yang telah merenggut lebih dari 200 nyawa.
Foto: AP
Para pengunjuk rasa bersiap untuk membela diri saat mereka berkumpul di kotapraja Tarkata, Yangon, Myanmar Sabtu, 20 Maret 20201. Protes terhadap pengambilalihan militer bulan lalu berlanjut Sabtu di kota-kota di seluruh Myanmar meskipun ada tindakan keras oleh pasukan keamanan yang telah merenggut lebih dari 200 nyawa.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para pengunjuk rasa Myanmar kian berpendirian teguh pada aksinya menentang pemerintahan militer yang diambil alih pada 1 Februari lalu. Ribuan pendemo di berbagai wilayah Myanmar tetap turun ke halan meskipun aparat keamanan menindak keras pendemo.

Pendemo dan junta enggan menerima tekananan dari luar untuk berkompromi maupun menyelesaikan masalah dengan damai. Seorang pria tewas dan beberapa lainnya terluka ketika aparat kepolisian memberondong mereka yang berbaris di pusat kota Monywa dengan tembakan.

Baca Juga

Kekerasan pihak aparat kepolisian juga memaksa orang-orang bertekan menolak kembali ke pemeirntahan militer setelah saltu dekade tentatif menuju demokrasi untuk memikirkan cara-cara baru untuk membuat pendirian mereka.

Para pengunjuk rasa di hampir 20 tempat di seluruh negeri melakukan protes yang diterangi cahaya lilin pada Sabtu malam hingga Ahad (21/3) waktu setempat. Mereka tersebar dari kota utama Yangon hingga komunitas kecil di Negara Bagian Kachin di utara dan kota paling selatan Kawthaung. Data ini didapat menurut penghitungan posting media sosial.

Sementara itu, ratusan orang di kota kedua terbesar, Mandalay, termasuk banyak staf medis berjubah putih, berbaris sebelum matahari terbit dalam apa yang mereka sebut "protes Fajar".

"Kegagalan rezim militer, tujuan kami demokrasi federal, tujuan kami, tujuan kami," teriak kerumunan saat langit mulai cerah dan burung berseru dari pepohonan yang berbaris di jalan-jalan yang sepi.

Para pengunjuk rasa di beberapa tempat diikuti oleh biksu Buddha yang memegang lilin, sementara beberapa orang menggunakan lilin untuk membuat bentuk salam protes tiga jari. Sedangkan pengunjuk rasa lainnya keluar pada Ahad malam, termasuk kerumunan di Monywa, ketika polisi melepaskan tembakan.

"Penembak jitu, penembak jitu," kata orang-orang terdengar berteriak dalam video tak lama setelah seorang pria ditembak di kepala dan lebih banyak tembakan terdengar.

Juru bicara junta tidak dapat dihubungi hingga kini untuk dimintai komentar, tetapi sebelumnya mengatakan pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan hanya jika diperlukan. Dengan insiden pembunuhan terakhir, jumlah korban tewas sejak kudeta naik menjadi setidaknya 248, berdasarkan penghitungan oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Militer mengatakan dua polisi tewas dalam protes itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement