Senin 15 Feb 2021 08:09 WIB

Kedubes Negara Barat Minta Militer Myanmar Tahan Diri

Pasukan militer Myanmar mengerahkan kendaraan lapis baja di sejumlah kota.

Red: Nur Aini
Pengunjuk rasa anti-kudeta memegang poster bertuliskan CDM, singkatan dari Gerakan Pembangkangan Sipil, saat mereka berkumpul di luar Hledan Center di Yangon, Myanmar, Minggu, 14 Februari 2021. Demonstrasi jalanan massal harian di Myanmar sedang pada minggu kedua mereka , dengan tidak adanya pengunjuk rasa maupun pemerintah militer yang mereka coba gulingkan dengan menunjukkan tanda-tanda mundur dari konfrontasi.
Foto: AP
Pengunjuk rasa anti-kudeta memegang poster bertuliskan CDM, singkatan dari Gerakan Pembangkangan Sipil, saat mereka berkumpul di luar Hledan Center di Yangon, Myanmar, Minggu, 14 Februari 2021. Demonstrasi jalanan massal harian di Myanmar sedang pada minggu kedua mereka , dengan tidak adanya pengunjuk rasa maupun pemerintah militer yang mereka coba gulingkan dengan menunjukkan tanda-tanda mundur dari konfrontasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kedutaan Besar Negara Barat di Myanmar pada Ahad (14/2) meminta militer setempat agar "menahan diri dari kekerasan menghadapi demonstran dan warga sipil" setelah pasukan keamanan melepaskan tembakan untuk membubarkan massa. Pasukan militer juga mengerahkan kendaraan lapis baja di sejumlah kota.

Melalui pernyataan yang dirilis pada Ahad (14/2), Kedutaan Besar Uni Eropa, Britania Raya, Kanada dan 11 negara lainnya mengecam penangkapan pimpinan politik dan pelecehan terhadap awak media pasca kudeta 1 Februari. Pernyataan itu juga mengecam putusnya komunikasi militer.

Baca Juga

"Kami mendukung rakyat Myanmar dalam pencarian mereka atas demokrasi, kebebasan, perdamaian serta kemakmuran. Dunia sedang menyaksikannya," bunyi pernyataan tersebut.

Militer mengambil alih kekuasaan sipil dengan alasan pemilihan umum yang dimenangi pemimpin politik yang juga peraih Nobel Perdamaian Auang San Suu Kyi berlangsung curang. Para pemimpin dunia, termasuk Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres dan Paus Fransiskus mengecam tindakan militer mengudeta pemerintahan sipil itu. Presiden AS Joe Biden mengatakan dalam pidatonya bahwa tidak diragukan lagi dalam demokrasi kekuatan militer tidak dapat membatalkan hasil pemilu.

Baca juga : Protes Warga Myanmar Berlanjut

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement