Selasa 09 Feb 2021 09:26 WIB

Laporan: Korut Kembangkan Rudal Nuklir Sepanjang 2020

Korut dilaporkan meningkatkan infrastruktur rudal balistik.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.
Foto: reuters
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) mempertahankan dan mengembangkan program rudal nuklir dan balistik sepanjang 2020. Langkah Korut diangap melanggar sanksi internasional.

Pernyataan itu disampaikan oleh seorang diplomat PBB yang mengetahui laporan rahasia yang diberikan kepada anggota dewan keamanan pada Senin (8/2).

Baca Juga

Seperti dilansir the Guardian, Selasa (9/2) laporan oleh pengawas sanksi independen mengatakan, Pyongyang memproduksi bahan fisil, melakukan pemeliharaan di fasilitas nuklir dan meningkatkan infrastruktur rudal balistik. Menurut diplomat PBB, laporan itu menyatakan bahwa tahun lalu Korut menampilkan sistem rudal balistik jarak pendek, jarak menengah, kapal selam, dan rudal balistik antarbenua yang baru dalam parade militer.

Meskipun tidak ada uji coba rudal nuklir atau balistik pada 2020, Pyongyang "mengumumkan persiapan untuk pengujian dan produksi hulu ledak rudal balistik baru dan pengembangan senjata nuklir taktis".

Misi PBB Korut di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas laporan tersebut. Korut telah dikenai sanksi PBB sejak 2006. Sanksi diperkuat oleh 15 anggota Dewan Keamanan dalam upaya untuk memotong dana program rudal nuklir dan balistik Pyongyang.

Pada 2019, pengawas sanksi PBB melaporkan bahwa Korut menghasilkan setidaknya 370 juta dolar AS dengan mengekspor batu bara, yang dilarang berdasarkan sanksi PBB. Tetapi tahun lalu, mereka mengatakan pengiriman batu bara tampaknya sebagian besar telah ditangguhkan sejak Juli 2020.

Korut memberlakukan penguncian ketat tahun lalu di tengah pandemi virus korona yang telah memangkas perdagangannya, dan melukai ekonomi yang sudah dibebani oleh sanksi internasional. Pada Juli lalu lebih dari 40 negara menuduh Korut secara ilegal melanggar batasan PBB pada impor minyak sulingan.

Pengawas sanksi mengatakan citra dan data yang diberikan kepada mereka oleh negara anggota tak dikenal menunjukkan bahwa Pyongyang telah melanggar batas tahunan 500 ribu barel "beberapa kali".

Laporan tahunan kepada komite sanksi Korut muncul beberapa minggu setelah Joe Biden menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS). Seorang perwakilan Departemen Luar Negeri pada Senin (8/2) mengatakan bahwa, pemerintah merencanakan pendekatan baru ke Korut yang mencakup tinjauan penuh dengan sekutu "pada opsi tekanan yang sedang berlangsung dan potensi diplomasi di masa depan".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement