Sabtu 06 Feb 2021 15:38 WIB

Blinken Tekan China untuk Kecam Kudeta Militer di Myanmar

Blinken tegaskan AS akan bela hak asasi manusia di Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong.

Antony Blinken.
Foto: EPA-EFE/SHAWN THEW
Antony Blinken.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Amerika Serikat akan membela hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi di Xinjiang, Tibet dan Hong Kong. Demikian  disampaikan Departemen Luar Negeri AS.

Pernyataan itu, ungkap Deplu AS, disampaikan Blinken saat dia mengadakan pembicaraan melalui telepon dengan diplomat tinggi China Yang Jiechipada Jumat (5/2).Blinken juga menekan China untuk mengutuk kudeta militer di Myanmar.

Baca Juga

Dia menegaskan kembali bahwa Washington akan bekerja dengan sekutu untuk meminta pertanggungjawaban China atas upaya yang mengancam stabilitas Indo-Pasifik, termasuk di seberang Selat Taiwan.

Yang Jiechi mengatakan kepada Blinken bahwa Amerika Serikat harus "memperbaiki" kesalahannya baru-baru ini. Kedua belah pihak harus saling menghormati sistem politik dan jalur pembangunan satu sama lain.

Hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia mencapai titik terendah dalam beberapa dekade selama kepresidenan Donald Trump.

Baca juga : Layanan Internet Myanmar Kembali Dapat Diakses

Para pejabat China telah menyatakan optimisme yang hati-hati bahwa hubungan itu akan membaik di bawah pemerintahan Joe Biden.

Yang Jiechi mengatakan pada sebuah forum yang digelar secara daring pada Selasa (2/2) bahwa dia berharap hubungan antara kedua negara dapat kembali ke jalur yang konstruktif. Tetapi, dia meminta Amerika Serikat untuk "berhenti mencampuri" masalah kedaulatan China, termasuk atas Xinjiang, Hong Kong, dan Tibet.

Juru bicara Kemlu China Wang Wenbin juga mengatakan pada Jumat bahwa kepentingan bersama kedua negara lebih besar daripada perbedaan mereka. Dia mendesak AS untuk bertemu dengan China di tengah jalan demi meningkatkan hubungan. Namun, kritik terhadap catatan hak asasi manusia China terus berlanjut.

Deplu AS mengatakan pada Kamis (4/2) bahwa AS sangat terganggu oleh laporan pelecehan seksual terhadap wanita di kamp-kamp pengasingan untuk etnis Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang. Biden tidak terlihat ingin cepat-cepat berhubungan dengan Beijing. Ia pada Kamis menggambarkan China sebagai "pesaing terbesar AS".

Biden mengatakan Washington akan terus menghadapi serangan China terhadap hak asasi manusia, kekayaan intelektual, dan pemerintahan global. "Tapi kami siap bekerja dengan Beijing, jika Amerika berkepentingan untuk melakukannya," tambah Biden.

Baca juga : Guru-Guru Myanmar Membangkang, Ikut Protes Lawan Kudeta

The Global Times, sebuah tabloid yang dikelola oleh surat kabar Partai Komunis China, People's Daily, mengatakan dalam sebuah editorial pada Sabtu (5/2) bahwa mereka memperkirakan pemerintahan Biden akan terus berbicara lantang sambil meningkatkan kerja sama di beberapa bidang. "Ini jelas berbeda dari periode pemerintahan Trump, yang hanya meningkatkan pertentangan antara China dan AS," katanya.

sumber : Reuters/antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement