Ahad 13 Dec 2020 06:41 WIB

Cerita Perjuangan Investor Bangun Penyalur BBM Satu Harga

Margin yang diperoleh dari setiap penjualan Solar dan Premium hanya Rp 195 per liter

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) sebagai penyalur BBM Satu Harga diakui butuh upaya keras. Salah satunya, soal besarnya modal dan jangka waktu kembali modal yang cukup lama.
Foto: dok. Pertamina MOR IV
Membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) sebagai penyalur BBM Satu Harga diakui butuh upaya keras. Salah satunya, soal besarnya modal dan jangka waktu kembali modal yang cukup lama.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) sebagai penyalur BBM Satu Harga diakui butuh upaya keras. Salah satunya, soal besarnya modal dan jangka waktu kembali modal yang cukup lama.

Salah satu investor lokal BBM Satu Harga di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara, Iwan Juhandi, menuturkan, total investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu unit SPBU BBM Satu Harga mencapai Rp 3 miliar.

Baca Juga

Angka investasi itu mencakup biaya peralatan sekaligus tanah seluas 1.300 meter persegi. SPBU yang ia bangun khusus menjulal BBM jenis Solar, Premium, serta Pertamax.

Ia bercerita, margin yang diperoleh dari setiap penjualan Solar dan Premium yakni hanya Rp 195 per liter. Sementara, rata-rata volume penjualan harian sekitar 2,5 ton.

Jika dikalkulasikan, perkiraan pendapatan bulanan yang diperoleh maksimal sekitar Rp 15 juta atau Rp 180 juta per tahun. Dengan modal awal sebesar Rp 3 miliar, waktu balik modal membutuhkan waktu 15 tahun. Itu pun, dengan asumsi tanpa pengeluaran bulanan seperti membayar karyawan setiap bulannya.

"Tapi, tentunya kita berharap ke depan akan ada pengembangan kawasan sehingga penjualan BBM akan meningkat. Adanya BBM Satu Harga akan membuat kawasan itu menjadi ramai karena ada pertumbuhan ekonomi," kata Iwan saat ditemui di Lingsar, Sabtu (13/12).

Selain itu, Iwan mengatakan, keuntungan penjualan BBM sebetulnya tidak begitu mengandalkan penjualan Solar dan Premium. Namun, dari hasil penjualan Pertamax yang jauh lebih tinggi.

"Itulah salah satu kendala payahnya mencari investor BBM Satu Harga, karena dengan pendapatan yang diperoleh lalu dipotong-potong pengeluaran, belum lagi cicilan bank, berapa tahun balik modal?" kata Kepala BPH Migas, Fanshurulla Asa di tempat yang sama.

Namun, ia mengapresiasi para investor yang bersedia membangun SPBU di kawasan terpencil dengan modal yang besar namun butuh waktu lama untuk kembali modal. Menurutnya, kerelaan para pengusaha tentunya diringi dengan niat untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan BBM dengan harga terjangkau.

Selain soal modal, Fanshurullah menuturkan, masalah pembangunan BBM Satu Harga juga kerap kali menemui kendala dari pemerintah. Ia mengungkapkan, sering kali investor dan pemerintah daerah setempat tidak kompak sehingga membuat rencana pembangunan terbengkalai.

Karena itu, adanya BPH Migas salah satunya ditugaskan pemerintah untuk menengahi berbagai persoalan teknis di lapangan agar target pembangunan 500 penyalur BBM Satu Harga tercapai pada 2024 mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement