Senin 26 Oct 2020 19:24 WIB

Freeport McMoran: PTFI Tak Perlu Bangun Smelter Baru

PTFI da[at mengembangkan saja smleter yang saat ini memang sudah tersedia.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Salah satu pemegang saham PT Freeport Indonesia, Freeport McMoran mengusulkan untuk PTFI tak perlu membangun pabrik pemurnian baru. Ia menilai, jika membangun smlter baru maka akan tidak efisien.
Foto: PTFI
Salah satu pemegang saham PT Freeport Indonesia, Freeport McMoran mengusulkan untuk PTFI tak perlu membangun pabrik pemurnian baru. Ia menilai, jika membangun smlter baru maka akan tidak efisien.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pemegang saham PT Freeport Indonesia, Freeport McMoran mengusulkan untuk PTFI tak perlu membangun pabrik pemurnian baru. Ia menilai, jika membangun smelter baru maka akan tidak efisien.

CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson menjelaskan, pembangunan smelter baru malah akan menambah investasi yang kurang menguntungkan. Ia menilai, lebih baik PTFI mengembangkan saja smelter yang saat ini memang sudah existing.

Baca Juga

“Jadi alternatifnya, daripada membangun smelter baru, bisa juga dengan ekspansi smelter Gresik yang sudah ada dan menambahkan fasilitas pengolahan logam mulia,” kata Adkerson dalam conference call kinerja kuartal III 2020, Senin (26/10).

Smelter konsentrat yang dioperasikan PT Smelting Gresik saat ini memiliki kapasitas satu juta ton konsentrat tembaga. Jika dilakukan ekspansi sebesar 30 persen terhadap fasilitas eksisting, kapasitasnya hanya bertambah 300 ribu ton konsentrat tembaga. Sementara untuk pembangunan smelter baru, direncanakan memiliki kapasitas hingga dua juta ton konsentrat tembaga.

Menurut Adkerson, manajemen Freeport McMoRan tidak bisa memutuskan jadi tidaknya pembangunan smelter baru karena keputusan akhir ada di tangan pemerintah Indonesia sebagai pemiliki saham terbesar Freeport Indonesia.

“Keputusannya ada di tangan Pemerintah Indonesia terkait apa yang akan mereka lakukan. Tapi isu manfaat finansial bagi pemerintah ini cukup signifikan,” ungkapnya.

Apalagi, lanjut Adkerson, pemerintah Indonesia pasti membutuhkan pemasukan dalam kondisi sekarang ini. Dengan ekspansi kapasitas, maka ada dua manfaat yang didapatkan. Pertama tentu smelter yang diinginkan dengan adanya fasilitas logam mulia bisa tersedia.

Manfaat lainnya, meskipun telah memiliki smelter hasil ekspansi smelter eksisting smelter yang ada di Gresik ini tetap tidak akan dapat menyerap seluruh konsentrat yang dihasilkan Freeport. Sehingga, sebagian produksi konsentrat tetap harus diekspor di mana Freeport Indonesia harus membayar bea keluar.

Dengan pandemi Covid-19 yang memukul kondisi keuangan seluruh negara termasuk Indonesia, lanjutnya, adanya tambahan pendapatan dari bea keluar ini cukup menarik bagi Pemerintah Indonesia.

“Manfaat yang bisa diperoleh yakni, kami bisa menghindari mengerjakan proyek besar baru ini dan manfaat keuangannya bagi Pemerintah Indonesia juga cukup positif,” ujar Adkerson.

Jika pilihan itu yang nanti diambil pemerintah maka menurut Adkerson perlu ada kesepakatan agar Freeport bisa mengekspor kelebihannya. “Harus ada kesepakatan yang memungkinkan kami untuk mengekspor kelebihannya. Dan kami ajukan jika itu diperbolehkan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement