Senin 21 Sep 2020 08:46 WIB

Anggota Komisi II Dorong Evaluasi PKPU Pilkada

PKPU pilkada diminta mempertimbangkan faktor bencana nasional Covid-19.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Pilkada Serentak (Ilustrasi). PKPU yang mengatur acara-acara yang berpotensi mengumpulkan massa, seperti kampanye dan pemungutan suara. Termasuk dipertegasnya syarat untuk menggelar konser musik, pentas seni, atau kegiatan lain yang menghadirkan banyak orang saat pilkada perlu dievaluasi agar lebih sesuai dengan kondisi Covid-19..
Foto: MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO
Pilkada Serentak (Ilustrasi). PKPU yang mengatur acara-acara yang berpotensi mengumpulkan massa, seperti kampanye dan pemungutan suara. Termasuk dipertegasnya syarat untuk menggelar konser musik, pentas seni, atau kegiatan lain yang menghadirkan banyak orang saat pilkada perlu dievaluasi agar lebih sesuai dengan kondisi Covid-19..

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin mendorong evaluasi PKPU yang mengatur acara-acara yang berpotensi mengumpulkan massa, seperti kampanye dan pemungutan suara. Termasuk dipertegasnya syarat untuk menggelar konser musik, pentas seni, atau kegiatan lain yang menghadirkan banyak orang.

“Dengan status kita yang masih bencana nasional dan penyebaran Covid-19 terus bertambah, demi melindungi warga, KPU sesuai kewenangan berdasar UU 10/2016 dan UU 30/2014 dapat tidak memberlakukan aturan konser musik sebagai salah satu kegiatan lain kampanye,” ujar Zulfikar saat dihubungi, Ahad (20/9) malam.

Baca Juga

Di samping itu, pasangan calon kepala daerah juga diimbau untuk memberi pengertian kepada para pendukungnya. Agar mematuhi protokol Covid-19 dan tak menggelar acara yang berpotensi mengumpulkan massa.

“Silakan lebih menggunakan metode kampanye pertemuan terbatas, tatap muka, dialog, dan debat publik yang dipandang lebih efektif meyakinkan pemilih tentang rekam jejak paslon dan agenda yang ditawarkan,” ujar Zulfikar.

Koordinasi dan ketegasan antara penyelenggara Pilkada dan aparat penegak hukum juga diperlukan, dalam menindak pelanggar protokol Covid-19. Menurutnya, hal tersebut lebih baik ketimbang harus menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) baru.

“Persoalannya bukan pada kekosongan hukum untuk penegakan protokol kesehatan pada tiap tahapan pilkada beserta sanksinya. Namun pada koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah, penyelenggara, dan aparat penegak hukum,” ujar Zulfikar.

Jika Perppu tetap diterbitkan, koordinasi antara penyelenggara Pilkada dan aparat penegak hukumlah yang tetap berperan penting dalam penerapan protokol kesehatan. Apalagi, sanksi bagi pelanggar sudah ada dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020.

“Penegakan atas protokol kesehatan pada PKPU, dalam hal ini pemberian sanksi kepada yang melanggar protokol kesehatan juga diatur. Mulai dari peringatan, teguran, sampai menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar Zulfikar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement