Senin 21 Sep 2020 08:33 WIB

PGRI Tolak Mata Pelajaran Sejarah Dihapus

Pelajaran sejarah sangat penting bagi pembentukan peserta didik yang berkarakter baik

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) didampingi istri Franka Franklin (kanan) dan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi (kiri) memakai jaket PGRI.
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) didampingi istri Franka Franklin (kanan) dan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi (kiri) memakai jaket PGRI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menyatakan sikap terkait rencana penyederhanaan/perubahan kurikulum 2013. Dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dan Sekjen PB PGRI, Ali Arahim, PB PGRI menolak rencana menghapus pelajaran sejarah di jenjang SMA dan SMK. 

Rencana penyederhanaan/perubahan kurikulum 2013 yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang salah satu rumusannya di jenjang pendidikan SMA dan SMK akan menghapus pelajaran sejarah, dianggap membuat resah dan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Padahal, menurut PGRI, pelajaran sejarah berkontribusi penting untuk memberikan pemahaman dan penanaman nilai perjalanan suatu bangsa kepada generasi selanjutnya sehingga terbentuk watak yang baik dari suatu bangsa. 

"Jangan sampai generasi penerus melupakan jati diri dan identitas bangsanya. Pelajaran sejarah sangat penting bagi pembentukan peserta didik yang berkarakter baik sesuai jati diri bangsa sesuai Pancasila dan UUD 1945," demikian pernyataan PB PGRI, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Ahad (20/9).

Dalam hal ini, PGRI mengatakan, bahwa pendidikan harus dimaknai dalam pengertian yang lebih luas, yakni pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang mengedepankan penanaman watak yang baik, budi pekerti sesuai jati diri bangsa, dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, berkebhinekaan global, berakar pada sejarah dan budaya bangsa.

"Penanaman karakter yang baik meliputi jujur, disiplin, sederhana, kerja keras, berinisiatif, bersedia menerima pendapat orang, mau berbagi dan adil, salah satunya dapat diperoleh dari pelajaran sejarah, karena salah satu fungsi pelajaran sejarah adalah mengembangkan keteladanan dan karakter."

Mata pelajaran sejarah dinilai berperan penting dalam mengembangkan jati diri bangsa, mengembangkan memori kolektif sebagai suatu bangsa, mengembangkan inspirasi, kreativitas, dan menanamkan nasionalisme yang produktif. Sementara itu, PGRI sendiri merupakan organisasi perjuangan yang cikal bakalnya telah terbentuk jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dalam suasana perjuangan bangsa untuk mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia. Sejarah, pengalaman perjuangan, suasana yang melingkupi dan cita-cita para pendidik yang mendirikan PGRI mengkristal dalam jati diri organisasi untuk terus memperjuangkan dan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan, patriotisme, dan nasionalisme berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Karena itulah, PGRI menyatakan, bahwa arah dan tujuan bangsa ini ke depan, tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan dan cita-cita pembentukan bangsa ini. Atas dasar hal itulah, anak bangsa harus memahami sejarah bangsa sebagai identitas nasional, termasuk keluhuran budaya dan peradaban bangsa ini yang telah terbangun selama ribuan tahun.

"PB PGRI meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengkaji secara cermat penyederhanaan kurikulum 2013 dengan melibatkan para ahli dan mendengarkan aspirasi berbagai pemangku kepentingan pendidikan," tambah pernyataan PGRI. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement