Rabu 09 Sep 2020 20:03 WIB

69 Petahana Langgar Protokol Covid-19 dan 4 Patuh

Empat petahana tidak menimbulkan kerumunan massa saat pendaftaran pilkada.

Ilustrasi Konvoi. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Rabu (9/9) terdapat 69 petahana bakal calon kepala daerah melanggar protokol kesehatan Covid-19, sedangkan empat lainnya patuh.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Konvoi. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Rabu (9/9) terdapat 69 petahana bakal calon kepala daerah melanggar protokol kesehatan Covid-19, sedangkan empat lainnya patuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Rabu (9/9) terdapat 69 petahana bakal calon kepala daerah melanggar protokol kesehatan Covid-19. Sementara hanya empat petahana lain yang dianggap patuh.

"Petahana yang melanggar protokol kesehatan itu sudah 69 gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota; dan tentunya kita sudah memberikan teguran itu," kata Kasubdit Wilayah IV Direktorat Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kemendagri Saydiman Marto dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (9/9).

Baca Juga

Pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 tersebut sebagian besar terjadi pada saat pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah. Sementara, empat petahana yang tercatat patuh terhadap protokol kesehatan Covid-19 tidak menimbulkan kerumunan massa pada saat pendaftaran.

Mereka, yakni Bupati Gorontalo, Bupati Luwu Utara, Wakil Wali Kota Ternate, dan Wakil Wali Kota Denpasar. "Ada juga kepala daerah (petahana) lain yang memang memberitahukan kepada pendukungnya untuk tidak melakukan konvoi atau konsentrasi massa yang bisa melanggar protokol Covid-198. Jadi ada yang melanggar, dan itu kami berikan sanksi, serta ada yang kami apresiasi," ujar Saydiman.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik mengatakan pihaknya sedang mengkaji mekanisme sanksi kepada para petahana pelanggar protokol kesehatan tersebut berupa penundaan pelantikan apabila dinyatakan menang pada Pilkada Serentak Tahun 2020. Pengaturan sanksi penundaan pelantikan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

"Sedang dikaji opsi sanksi lain, misalnya diangkat penjabat sementara yang kita tunjuk dari pusat; apabila para pelanggar itu menang, maka akan diusulkan untuk ditunda pelantikannya hingga tiga sampai enam bulan. Disekolahkan dulu biar taat aturan," kata Akmal Malik.

Kemendagri menyayangkan banyaknya petahana yang melanggar protokol kesehatan Covid-19. Akmal mengatakan seharusnya kepala daerah dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement