Sabtu 05 Sep 2020 00:44 WIB

Pemakaian Internet Kabel Meningkat 28 Persen Selama Pandemi

Kebijakan WFH dan PSBB buat pengguna internet seluler pindah ke internet kabel.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
Pemakaian internet kabel atau fixed broadband meningkat pesat selama masa pandemi.
Foto: Republika
Pemakaian internet kabel atau fixed broadband meningkat pesat selama masa pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemakaian internet kabel atau fixed broadband meningkat pesat selama masa pandemi. Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) mencatat, pemakaian fixed broadband tumbuh 28 persen di kuartal kedua tahun ini dibandingkan kuartal sebelumnya.

Ketua Umum MASTEL Kristiono mengatakan pertumbuhan tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah pelanggan fixed broadband di kuartal kedua yang mencapai 8,9 juta. Di kuartal pertama 2020, jumlah pelanggan hanya mencapai 7 juta.  

Baca Juga

"Kebijakan WFH (Work from Home) dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) telah membuat pengguna internet seluler beralih ke fixed broadband," kata Kristiono dalam acara Webinar MarkPlus Industry Roundtable, Jumat (4/9).

Kendati begitu, Kristiono mengakui penetrasi fixed broadband di Indonesia masih terbilang rendah dan belum merata. Banyak masyarakat di daerah yang lebih mengandalkan internet seluler karena wifi tidak tersedia.

"Permasalahannya penetrasi fixed broadband rendah sekali. Kalau terhadap populasi hanya sekitar 3 sampai 4 persen," terangnya.

Selain persoalan penetrasi, layanan fixed broadband juga menghadapi ketidakpuasan layanan dari sisi pelanggan. Menurut Kristiono, ketidakpuasan ini khususnya datang dari kelas ekonomi atas atau segmen A.

Para pengguna dari segmen tersebut rela membayar lebih mahal untuk mendapat kualitas layanan yang lebih baik. Untuk itu, perusahaan telekomunikasi perlu mengkaji  lebih lanjut elemen servis mana yang harus diperbaiki agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

Kristiono juga menyayangkan, pertumbuhan pelanggan serta trafik fix pada layanan fixed broadband tidak diikuti oleh pertumbuhan revenue. "Persaingan yang cukup ketat di industri ini membuat harga data turun drastis," tutur Kristiono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement