Rabu 02 Sep 2020 05:57 WIB

DPR Enggan Gunakan Influencer seperti Pemerintah

Pemerintah diminta tidak menggantungkan diri ke influencer.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Jasa influencer belum akan digunakan DPR tidak seperti pemerintah yang mengakui kebutuhan akan influencer sehingga menganggarkan dana belanja untuk itu.
Foto: Republika
Jasa influencer belum akan digunakan DPR tidak seperti pemerintah yang mengakui kebutuhan akan influencer sehingga menganggarkan dana belanja untuk itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya tak ingin menggunakan jasa influencer untuk mempromosikan kerja lembaganya, seperti yang dilakukan oleh pemerintah. Ia mengaku, DPR cukup menggunakan media massa, baik TV, media daring, radio, koran, dan lainnya.

"Karena keterbatasan sarana dan prasarana serta jarak jangkau, saya pikir tidak cukup. Kalau kita ada TV Parlemen dan ada teman-teman wartawan, ini saja cukup," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/9).

Baca Juga

Untuk pemerintah, ia meminta agar tak terlalu memprioritaskan penggunaan influencer untuk menyampaikan kebijakannya. Karena masih banyak sarana komunikasi untuk menyampaikannya ke masyarakat.

"Itu ada media, kemudian medsos, kemudian surat kabar. Kalau memang kurang itu bukan yang menjadi pokok bahwa influencer-influencer ini adalah jembatan yang menjadi pokok untuk menjembatani antara pemerintah dan masyarakat," ujar Dasco.

Ia tak sepakat jika pemerintah terlalu bergantung kepada influencer. Di mana pesan yang disampaikan belum tentu diterima secara utuh dan baik oleh publik.

"Kalau fokusnya di influencer muda saya pikir kurang tepat kalau tergantung daripada itu," ujar Dasco.

Sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan mengakui pentingnya peran pemengaruh atau influencer dalam setiap kebijakan yang diterbitkan pemerintah. Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman menjelaskan, influencer merupakan salah satu aktor digital yang punya peran dalam menjembatani jalur komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Banyaknya influencer yang lahir dari kelompok masyarakat kelas menengah juga mendukung efektivitas komunikasi yang sedang dibangun pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun, ujarnya, telah menyatakan bahwa Indonesia harus melakukan transformasi digital sebagai prasyarat transformasi ekonomi dan demokrasi digital.

"Sebuah keniscayaan di era digital, para aktor digital menjadi pemain penting perubahan paradigma dari top-down strategy ke participative strategy, di mana publik berpartisipasi aktif dalam komunikasi kebijakan," kata Fadjroel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement