Selasa 11 Aug 2020 16:26 WIB

Korban Penembakan Christchurch akan Hadiri Sidang Vonis

Penembak Masjid Christchurch akan menghadapi sidang vonis pada 24 Agustus.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ani Nursalikah
Korban Penembakan Christchurch akan Hadiri Sidang Vonis. Pelayat membawa jenazah korban penembakan masjid di Memorial Park Cemetery di Christchurch, Selandia Baru.
Foto: AP Photo/Mark Baker
Korban Penembakan Christchurch akan Hadiri Sidang Vonis. Pelayat membawa jenazah korban penembakan masjid di Memorial Park Cemetery di Christchurch, Selandia Baru.

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Pandemi global Covid-19 tak menyurutkan niat Mustafa Boztas hadir di sidang penembakan Masjid di Christchurch, Selandia Baru. Boztas yang merupakan salah satu korban selamat insiden itu segera terbang dari Turki untuk kembali ke Selandia baru.

Insiden penembakan di Christchurch tepatnya terjadi di Masjid Al Noor pada 15 Maret 2019. Pelakunya Brenton Tarrant akan menghadapi sidang vonis pada 24 Agustus. Insiden tersebut merenggut nyawa 51 orang. Boztas mengalami luka tembak di kaki.

Baca Juga

Boztas merasa perlu menghadiri sidang vonis Tarrant sebagai simbol kekuatan mental dari korban. Namun, Boztas mengakui merasa gugup jika harus berhadapan dengan Tarrant.

"Bahkan walau gugup saya ingin menunjukkan kekuatan. Dia belum mematahkan (mental) saya," kata Boztas dilansir dari NZ Herald, Selasa (11/8).

Ketika insiden terjadi, Boztas tengah berstatus sebagai mahasiswa di Christchurch asal Turki. Boztas kaget ketika ada serangan teroris di masjid tempatnya biasa beribadah. Boztas menyaksikan para korban dibunuh secara kejam.

"Saya ingin disana (pengadilan) bersama teman-teman dan keluarga yang kehilangan orang terkasih atas insiden itu. Saya ingin melihatnya dihukum," ujar Boztas.

Boztas menganggap Tarrant tak pernah merasa bersalah atas tindakannya. Sebagian korban selamat menuntut Tarrant dihukum mati. Tapi Boztas menganggap tuntutan itu tak akan menghentikan lingkaran kekerasan.

"Saya ingin dia dihukum maksimal tanpa masa percobaan. Hukuman mati tidak akan berarti untuk penyembuhan (mental) korban dan keluarganya, malah melanjutkan lingkaran kekerasan," ucap Boztas. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement