Selasa 21 Jul 2020 12:46 WIB

Inggris: Kami Ingin Hubungan Baik dengan China, Tapi ...

Inggris batalkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Para pengunjuk rasa berkumpul di sebuah pusat perbelanjaan di Central selama protes pro-demokrasi terhadap hukum keamanan nasional Beijing di Hong Kong, Selasa, 30 Juni 2020. Media Hong Kong melaporkan bahwa China telah menyetujui undang-undang yang kontroversial yang akan memungkinkan pihak berwenang untuk menindak aktivitas subversif dan separatis di Hong Kong, memicu kekhawatiran bahwa itu akan digunakan untuk mengekang suara oposisi di wilayah semi-otonom.
Foto: AP/Vincent Yu
Para pengunjuk rasa berkumpul di sebuah pusat perbelanjaan di Central selama protes pro-demokrasi terhadap hukum keamanan nasional Beijing di Hong Kong, Selasa, 30 Juni 2020. Media Hong Kong melaporkan bahwa China telah menyetujui undang-undang yang kontroversial yang akan memungkinkan pihak berwenang untuk menindak aktivitas subversif dan separatis di Hong Kong, memicu kekhawatiran bahwa itu akan digunakan untuk mengekang suara oposisi di wilayah semi-otonom.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris akan menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong segera dan tanpa batas. Keputusan ini merupakan tanggapan Inggris atas penerapan peraturan baru oleh China di kota tersebut.

Menteri Luar Negeri, Dominic Raab, mengatakan, Senin (20/7), Inggris sebenarnya menginginkan hubungan positif dengan China. Tapi, dia menjelaskan, penerapan Undang-Undang Keamanan baru di Hong Kong oleh Beijing adalah pelanggaran serius terhadap kewajiban internasional negara itu. Kondisi ini membuat Inggris harus membatalkan perjanjian ekstradisi.

Baca Juga

Perjanjian ekstradisi kedua negara itu mengatur jika seseorang warga Hong Kong dicurigai melakukan kejahatan di Inggris, maka pihak berwenang otoritas Hong Kong dapat memintanya untuk diadili. Kondisi sebaliknya jika warga Inggris melakukan kejahatan di Hong Kong.

Inggris khawatir, pengaturan yang telah berlaku selama lebih dari 30 tahun ini dapat membuat siapa pun yang diekstradisi ke Hong Kong akan dikirim ke China. Padahal, sebelum peraturan keamanan baru diterapkan, hal ini tidak bisa dilakukan.

Raab juga menegaskan, pemerintah akan memperpanjang embargo senjata  yang telah diberlakukan kepada China sejak 1989 ke Hong Kong pula. Keputusan ini menghentikan ekspor Inggris, seperti senjata api, granat asap, dan borgol, ke wilayah tersebut.

Rabb juga menyinggung keprihatinan besar tentang pelanggaran berat hak asasi manusia yang terjadi di wilayah Xinjiang terhadap Muslim Uighur. Dia mengatakan, telah mengangkat masalah ini dengan rekan-rekan China dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Untuk bagian kami, Inggris akan bekerja keras dan dengan itikad baik menuju tujuan itu. Tetapi kami akan melindungi kepentingan vital kami, kami akan membela nilai-nilai kami, dan kami akan menahan China terhadap kewajiban internasionalnya," kata Rabb, dikutip dari BBC.

Atas sikap itu, China menuduh pemerintah Inggris mencampuri urusan dalam negeri secara brutal. Beijing bersikeras bahwa mereka berkomitmen untuk menegakkan hukum internasional. Negara ini juga menjanjikan respons tegas jika Inggris menarik diri dari pengaturan ekstradisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement