Selasa 21 Jul 2020 00:23 WIB

FKUI Minta Pembukaan Kembali Gedung Bioskop Ditunda

Ruangan bioskop umumnya adalah ruangan tertutup tanpa ventilasi,

Sejumlah anak tanpa menggunakan masker menonton film layar tancap di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Sabtu (11/7/2020). Layar tancap atau bioskop terbuka menjadi alternatif bagi warga untuk menonton film di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi kawasan Jabodetabek.
Foto: ANTARA/ASPRILLA DWI ADHA
Sejumlah anak tanpa menggunakan masker menonton film layar tancap di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Sabtu (11/7/2020). Layar tancap atau bioskop terbuka menjadi alternatif bagi warga untuk menonton film di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi kawasan Jabodetabek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sehubungan dengan terbitnya Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Nomor 140 tahun 2020 yang salah satunya mengatur izin operasional atau rencana dibukanya kembali gedung bioskop di Jakarta, beberapa pakar lintas bidang ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pun mengambil sikap. Dalam sebuah diskusi, mereka meminta Pemerintah DKI menunda pembukaan bioskop sampai dengan waktu yang belum dapat ditetapkan.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (20/7), Ketua Satuan Tugas Covid-19 FKUI), Dr Anis Karuniawati menuliskan beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Pertama, tanggung jawab masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan sampai saat ini masih kurang. "Peningkatan jumlah kasus di DKI Jaya saat masa transisi PSBB selain karena adanya active case finding tetapi juga ada faktor masyarakat abai menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.

Baca Juga

Berdasarkan scientific brief yang diterbitkan oleh WHO 9 Juli 2020 lalu, dinyatakan bahwa penyebaran atau transmisi SARS CoV2 atau virus penyebab COVID-19 kemungkinan dapat terjadi melalui droplet, airborne, kontak langsung, kontak tidak langsung (fomite), fecal oral, darah, ibu ke anak, dan hewan ke manusia. Dalam hal ini ditekankan penyebaran melalui airborne, yang merupakan pernyataan WHO yang belum pernah disampaikan sebelumnya.

Transmisi secara airborne adalah penyebaran mikroba, dalam hal ini SARS CoV2, virus penyebab Covid-19, melalui aerosol yang tetap bersifat infeksius meskipun terbawa angin dalam jarak jauh. Pada awalnya diketahui bahwa penyebaran virus dapat terjadi ketika dilakukan tindakan medis yang mengakibatkan terbentuknya aerosol (aerosol generating procedures). Namun demikian beberapa data hasil penelitian membuktikan bahwa aerosol mengandung virus dapat terbentuk dari droplet yang mengalami penguapan ataupun ketika seseorang berbicara atau bernapas.

Aerosol kemudian dihirup oleh seseorang yang peka dengan dosis infeksi yang sampai saat ini belum diketahui. Namun SARS CoV2 dapat bertahan dalam keadaan hidup pada aerosol selama 3 hingga 16 jam tergantung suhu, kelembaban dan kepadatan orang. 

Penemuan ini didukung dengan adanya laporan beberapa klaster Covid-19 yang berhubungan dengan berkumpulnya sekelompok orang di dalam ruang tertutup. Misalnya pada kegiatan paduan suara, restoran, dan fitness. Ruangan tertutup tersebut juga merupakan ruangan dengan ventilasi yang tidak optimal dan kegiatan atau pertemuan dalam waktu yang relatif lama.

Dekan FKUI, Ari Fahrial Syam menambahkan data yang juga harus dipertimbangkan adalah bahwa seseorang yang tampak sehat, tanpa keluhan tidak menjamin bebas dari SARS CoV. Orang tanpa gejala inilah yang bisa menjadi sumber penularan di komunitas. 

SARS CoV2 dapat dideteksi pada tubuh seseorang yaitu pada satu sampai tiga hari sebelum timbul keluhan. Minimal selama satu sampai dua minggu pada orang tanpa gejala. Lebih dari tiga minggu pada seseorang dengan penyakit Covid-19 meskipun gejala telah hilang.

Selain itu, ruangan bioskop pada umumnya adalah ruangan tertutup tanpa ventilasi dengan pendingin udara yang bersikulasi di dalam ruangan. Apabila ada satu orang pengunjung saja tanpa gejala tapi mengandung SARS CoV maka akan berpotensi menjadi sumber penyebaran virus kepada pengunjung lainnya.

"Durasi film yang minimal 1,5 jam akan meningkatkan waktu paparan dan meningkatkan jumlah partikel aerosol yang terhirup," ujarnya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement