Selasa 07 Jul 2020 17:17 WIB

Pakar Ingatkan Potensi Gelombang Kedua Covid di Sumbar

Angka Reproduksi Efektif (Rt) di Sumbar berada di posisi 1,52.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas loket menggunakan APD menunjukan brosur untuk memesan dan refund tiket kereta api di Stasiun Simpang Haru, Padang, Sumatera Barat, Rabu (1/7/2020). PT KAI Divre II Sumbar memperpanjang pembatalan semua perjalanan kereta api penumpang hingga 31 Juli 2020, karena mempertimbangkan situasi tingkat penyebaran COVID-19 di daerah itu serta menyesuaikan kebijakan dari pusat.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Petugas loket menggunakan APD menunjukan brosur untuk memesan dan refund tiket kereta api di Stasiun Simpang Haru, Padang, Sumatera Barat, Rabu (1/7/2020). PT KAI Divre II Sumbar memperpanjang pembatalan semua perjalanan kereta api penumpang hingga 31 Juli 2020, karena mempertimbangkan situasi tingkat penyebaran COVID-19 di daerah itu serta menyesuaikan kebijakan dari pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat (Sumbar) Defriman Djafri mengatakan dari analisis epidemologi pada 100 hari covid-19 di Sumbar terhitung angka Reproduksi Efektif (Rt) 1,52. Seratus hari terhitung sejak kasus pertama muncul 26 Maret 2020,

"Kalau kita bandingkan parameter angka Rt, itu hampir sama saja dengan angka di awal, saat kasus ini baru-baru naik di Sumbar yaitu Rt 1,6," kata Defriman kepada Republika.co.id, Selasa (7/7).

Baca Juga

Menurut Defriman, angka naik turun penambahan kasus covid-19 di Sumbar ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah daerah bahwa akan ada potensi gelombang kedua. Defriman menilai pemerintah terlalu dini menggembar-gemborkan covid-19 di Sumbar sudah terkendali. 

Patokan pemerintah mengatakan covid terkendali di Sumbar hanya pada angka kesembuhan. Padahal kata Defriman, ada 24 indikator di sebuah wilayah atau daerah covid sudah terkendali. Tiga indikator besarnya adalah kajian epidemologi, sistem kesehatan, surveilans atau pengamatan fenomena kasus covid.

"Harus penuhi indikator berdasarkan yang ditetap WHO itu untuk mengatakan covid sudah terkendali. Angka kesembuhan itu bukan indikator covid terkendali," ucap Defriman.

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand ini memahami pemerintah sudah menerapkan new normal karena ada desakan agar ekonomi terus berjalan. Tapi kenyataan yang terjadi di saat pemerintah menerapkan new normal, masyarakat sudah antiklimaks dan seakan-akan menganggap situasi sudah normal.

Kemudian pelonggaran pintu masuk Sumbar ,menurut Defriman, juga cukup riskan yang membuat potensi gelombang kedua covid terjadi. Defriman melihat seleksi orang masuk Sumbar dengan melakukan tes swab hanya di pintu masuk jalur udara. Sementara di pintu masuk jalur darat yang disebutkan harus rapid tes tidak berjalan dengan baik.

Sekarang mobilitas orang keluar masuk Sumbar sudah besar kembali, menurut Defriman sebuah resiko besar yang telah diambil pemerintah. "Kita semua harus terus waspada dan mematuhi protokol kesehatan. Karena masih ada potensi  gelombang kedua dan ancaman imported cases kedepan," kata Defriman menambahkan.

Sampai hari ini kasus positif covid-19 di Sumbar sudah 780 orang. Dengan rincian 54 orang dirawat di berbagai rumah sakit rujukan, isolasi mandiri 44 orang, 14 orang isolasi di BPSDM, meninggal 31 orang dan sembuh 637 orang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement