Kamis 11 Jun 2020 17:39 WIB

Trump Tolak Ubah Nama Pangkalan Militer Pemimpin Konfederasi

Wilayah bekas konfederasi yang dulu dukung perbudakan menjadi basis suara Trump.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Foto: EPA-EFE/Oliver Contreras / POOL
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengesampingkan usulan pengubahan nama pangkalan militer yang diberi nama pemimpin Konfederasi, Rabu (10/6).  Padahal sejumlah lembaga pemerintah telah melangkah untuk menghilangkan jejak diskiminasi dan perbudakan.

Dalam serangkaian kicauan di Twitter, Trump berargumen, pangkalan-pangkalan tersebut telah menjadi bagian dari "Warisan Besar Amerika". Dia sama sekali tidak mempertimbangkan perubahan nama sama sekali.

Baca Juga

“Amerika Serikat melatih dan mengerahkan pahlawan kita di Hallowed Grounds ini, dan memenangkan dua Perang Dunia. Karena itu, Pemerintahan saya bahkan tidak akan mempertimbangkan penggantian nama Instalasi Militer yang Megah dan Aktif ini ...," kata Trump.

Padahal, beberapa hari terakhir, para pejabat mengatakan bahwa Pentagon, termasuk Menteri Pertahanan, Mark Esper, dan pimpinan Angkatan Darat Ryan McCarthy, berpendapat berbeda. Mereka mengaku terbuka untuk melakukan percakapan bipartisan tentang mengganti nama pangkalan militer yang dinamai untuk pemimpin Konfederasi.

Pangkalan militer AS yang dinamai dari pemimpin militer Konfederasi semuanya berlokasi di negara-negara bekas Konfederasi. Banyak dari negara-negara tersebut membantu memenangkan Trump pada 2016, dan dia mengandalkan wilayah-wilayah itu lagi untuk pemilihan 3 November.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan The Atlantic, pensiunan Jenderal dan mantan kepala CIA David Petraeus menyerukan penggantian nama pangkalan.  Konferederasi Amerika lahir dari masalah perbudakan orang Afro-Amerika.

Konflik ini merobek AS dengan negara-negara bagian Selatan memisahkan diri untuk membentuk Negara Konfederasi Amerika untuk melindungi perbudakan. Negara-negara bagian Utara dapat mengalahkan Selatan dalam Perang Sipil untuk memulihkan persatuan AS.

Tapi, warisan perbudakan terus menghantui hubungan ras di AS. Dalam sejarah baru-baru ini, kontroversi tentang simbol-simbol Konfederasi, seperti patung-patung para pemimpinnya dan bendera pertempurannya, telah meletus.

Pihak yang memperdebatkan penghapusan simbol Konfederasi mengatakan bahwa itu melambangkan rasisme dan penindasan. Sementara kelompok yang menentang tindakan tersebut menyebut mereka sebagai penanda warisan dan kebanggaan Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement