Jumat 22 May 2020 23:00 WIB

Bansos Jadi Alat Kampanye. Mensos: Ia pada Ngeluh ke Saya

Mensos menyebut modus kepala daerah itu masuk dalam area abu-abu.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Sosial Juliari P Batubara (kanan) memberikan paket bantuan kepada warga terdampak COVID-19 di Beji, Depok, Jawa Barat, Kamis (14/5/2020). Sebanyak 123
Foto: ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA
Menteri Sosial Juliari P Batubara (kanan) memberikan paket bantuan kepada warga terdampak COVID-19 di Beji, Depok, Jawa Barat, Kamis (14/5/2020). Sebanyak 123

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Juliari P Batubara mengungkapkan modus para kepala daerah yang menempelkan gambarnya di kemasan bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat itu merupakan area abu-abu (grey area). Sebab, saat ini bukan masa kampanye dan tidak ada sanksi untuk para tindakan kepala daerah tersebut.

"Iya pada mengeluh ke saya. Kalau menurut saya si grey area ya. Maksudnya kalaupun dikenakan sanksi ini belum masuk dalam masa kampanye. Ini juga ranahnya Bawaslu si. Harusnya mereka awasi. Kalau pakai uang pribadi tidak masalah ya untuk ditempeli segala macam ke bansosnya," katanya dalam Bincang Khusus RRI, Jumat (22/5).

Baca Juga

Ia mengakui kalau dunia politik itu pasti mencari celah di mana pun. Sehingga tidak heran jika mereka lakukan kampanye di saat pandemi Covid-19. "Walaupun kami sudah mengimbau dan mengingatkan jika mereka lakukan itu terus ya mau bagaimana kan tidak ada sanksinya juga," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menduga terdapat politisasi pembagian bantuan sosial (bansos) terkait Covid-19 oleh pejawat kepala daerah di 23 kabupaten/kota pada 11 provinsi menjelang Pilkada 2020. Salah satu modus yang digunakan adalah menempelkan gambar kepala daerah dalam kemasan bansos.

"Antara lain Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, Jember," ujar anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, kepada, Rabu (13/5)

Dewi menilai tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020. Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19.

"Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” kata Dewi yang juga Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu.

Ia mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu. "Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi, sudah ada instruksi langsung dari presiden," kata dia menambahkan.

Selain itu, Dewi menyampaikan, tidak ada perubahan tentang kewenangan Bawaslu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pilkada. Perppu ini menjadi dasar hukum penundaan pemungutan suara Pilkada 2020 menjadi Desember 2020.

Dengan demikian, menurut dia, Bawaslu secara konsep umum dan teknis tetap mengacu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sesuai pasal 201 ayat 3. “Jadi, seluruh hal yang berkaitan dengan tugas pengawasan dan penanganan pelanggaran, Bawaslu tetap mengacu pada UU 10 Tahun 2016," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement