Selasa 19 May 2020 19:09 WIB

Kadin: Skenario New Normal Harus Lebih Realistis

Kadin mengapresiasi Menteri BUMN yang menjadikan BUMN sebagai percontohan new normal

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani bersama Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani.
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani bersama Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengapresiasi langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang tengah menyiapkan skenario new normal. Dengan begitu perusahaan BUMN bisa beroperasi di tengah Covid-19.

"Kami apresiasi Menteri BUMN mau menjadikan BUMN sebagai inisiator dan percontohan untuk mencoba memulai kondisi kerja new normal. Ketika pandemi masih berlangsung dan terus menyebar seperti saat ini," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (19/5).

Baca Juga

Menurutnya, bila skenario new normal tersebut berhasil dilakukan tanpa meningkatkan penyebaran wabah secara eksponensial di tempat kerja. Maka akan berkontribusi mendorong ekonomi nasional lebih tinggi, walau belum bisa setinggi saat sebelum pandemi.

Namun, kata Shinta, skenario itu harus dikembangkan lebih lanjut agar lebih realistis dengan kondisi Indonesia sekarang. "Khususnya untuk skenario kedua. Ini karena kondisi new normal akan membutuhkan protokol kesehatan baru bagi masyarakat, pelaku usaha, pekerja, serta transisi dari kondisi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)," jelasnya.

Belum tentu pula, kata dia, tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan baru tersebut akan tinggi, sehingga kondisi penyebaran wabahnya akan turun. Selain itu, lanjutnya, skenario new normal juga perlu mempertimbangkan perubahan kapasitas layanan kesehatan di berbagai daerah.

"Idealnya, kondisi new normal disertai peningkatan kapasitas layanan kesehatan untuk mendeteksi dan mengobati pandemi. Sebab ada kemungkinan 50 dan 50 bahwa new normal menciptakan surge of patients bila protokol kesehatan new normal tidak berhasil menghentikan wabah seperti yang diharapkan," tegas Shinta.

Jadi, kata dia, skenarionya harus dibuat lebih realistis dengan penekanan pada protokol kesehatan baru dalam kondisi new normal, yang perlu disosialisasikan ke para pelaku usaha, pekerja, dan masyarakat. Lalu memperhatikan faktor perubahan kapabilitas layanan kesehatan serta faktor transisi PSBB agar potensi terjadinya gelombang kedua pandemi pascadiberlakukannya kondisi new normal ini menjadi kurang dari 50 persen.

"Tidak mengorbankan kepentingan pengendalian wabah. Kemudian pada saat sama bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat melakukan kegiatan ekonomi senormal mungkin," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement