Senin 18 May 2020 12:10 WIB

Strategi Usaha Tetap Bertahan

Agar tidak gulung tikar, idealnya UMKM harus tetap melakukan aktivitas penjualan.

Rep: Gumanti Awaliyah / Red: Satya Festyiani
Selama diberlakukannya social distancing, banyak peluang usaha yang dapat dilakukan bagi  usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti menciptakan supporting product sebagai pengganti sementara produk utama.   Dalam menghadapi masalah yang terjadi saat ini, PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) II Sumbagsel melibatkan UMKM yang menjadi mitra binaan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19.
Foto: istimewa
Selama diberlakukannya social distancing, banyak peluang usaha yang dapat dilakukan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti menciptakan supporting product sebagai pengganti sementara produk utama. Dalam menghadapi masalah yang terjadi saat ini, PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) II Sumbagsel melibatkan UMKM yang menjadi mitra binaan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang paling terdampak selama pandemi Covid-19. Perencana Keuangan senior Aidil Akbar mengatakan, agar tidak gulung tikar, idealnya UMKM harus tetap melakukan aktivitas penjualan. 

Ada beberapa skema yang bisa diterapkan agar tetap bertahan, antara lain tetap menggeluti usaha seperti biasa jika dirasa menguntungkan, menjalankan usaha dengan strategi bisnis baru, lalu mengubah jenis usaha.

Baca Juga

Untuk skema pertama mungkin berlaku untuk beberapa sektor UMKM yang pasarnya tidak terlalu terkendala, seperti sektor makanan. Skema kedua bisa diterapkan oleh pelaku UMKM di bidang fesyen. Agar meraup laba, UMKM bidang fesyen bisa melakukan strategi bisnis baru seperti memberikan diskon, promo buy 1 get 1 dengan memanfaatkan stok lama, memberi hadiah untuk nominal belanjaan tertentu atau strategi lainnya.

“Misalnya beberapa toko ada yang beri hadiah masker untuk pembelian sekian. Itu bisa jadi pilihan efektif dibanding kalau diskon kan bisa mengurangi laba sampai Rp 50 ribu, kalau biaya bikin masker paling berapa. Apalagi masker itu akan sangat dibutuhkan selama pandemi, bahkan untuk beberapa bulan ke depan,” kata Aidil saat dihubungi Republika beberapa waktu lalu.

Skema ketiga, kata Aidil, diperuntukkan bagi pelaku UMKM yang sama sekali tidak bisa beroperasi selama pandemi, misalnya event organizer. Agar tidak berhenti beroperasi, pelaku UMKM yang masuk pada klaster tersebut bisa beralih usaha untuk sementara waktu.

“Saya ada kenalan pelaku usaha EO, selama pandemi kan dia enggak bisa beroperasi kan. Nah, agar tidak memecat karyawan dan memanfaatkan sumber daya yang ada akhirnya dia buka semacam jasa antar makanan atau belanjaan gitu. Dan itu dia promokan lewat Whatsapp dan media sosial, hasilnya cukup lumayan,” kata Aidil.

Namun demikian, pada kenyataannya di lapangan, skema tersebut sulit untuk diterapkan dan ada banyak pelaku UMKM yang akhirnya terpaksa berhenti beroperasi. Adalah Nuhud Husein, owner NH Konveksi, menjadi salah satu pelaku UMKM yang terdampak. Satu bulan belakangan, ia terpaksa berhenti beroperasi lantaran sepinya orderan. Bahkan menurut Nuhud, sejak Covid-19 mewabah ada 10 proyek yang dibatalkan.

“Semua pekerja sudah dirumahkan sementara. Kita sudah merumahkan diri selama kurang lebih 1 bulan, karena mau beroperasi juga tidak ada kerjaan,” kata Nuhud yang berdomisili di Kota Bandung.

Pada Maret, NH Konveksi sempat meraup berkah lantaran adanya pesanan Alat Pelindung Diri (APD). Uang hasil pesanan APD tersebut bisa dipakai untuk menggaji karyawan, sebelum kemudian di rumahkan sementara.

Satu bulan berhenti produksi tak ayal membuat tabungannya kian menipis. Nuhud pun mengaku khawatir, nantinya ia tidak punya modal yang cukup untuk memulai kembali usahanya.

 

Gadaikan Aset

 

Sebagai solusi modal, Perencana Keuangan Safir Senduk menyarankan agar owner menjual atau menggadaikan aset pribadi untuk kemudian dijadikan modal usaha. Menurut Safir, semua aset, baik itu dalam bentuk properti, barang elektronik, perhiasan, bahkan kendaraan bisa digadai atau dijual.

“Menjalankan bisnis bertahun-tahun kan pasti ada untung yang kemudian jadi aset. Nah paling tidak aset yang dimiliki itu bisa dijadikan modal usaha nanti,” kata Safir.

Sebelum menggadai atau menjual aset, owner wajib menghitung secara detail berapa kebutuhan modal untuk memulai kembali usahanya. Pastikan aset yang dijual atau digadai tidak melebihi kebutuhan modal yang diperlukan.

Menurut Safir, langkah menjual atau menggadai aset dinilai lebih efektif daripada meminjam uang ke bank atau layanan peminjam uang lainnya. Sebab meski pandemi usai, roda perekonomian akan butuh waktu yang cukup lama untuk kembali bangkit.

“Dalam hal ini mental pengusaha juga diuji. Bagaimana dia bersikap, bagaimana keberanian dia mengambil risiko, tentunya dibarengi perhitungan yang matang,” kata Safir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement