Bolehkah Iktikaf di Rumah?

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 12 May 2020 16:56 WIB

Hukum dan syarat iktikaf. Foto: Republika.co.id Hukum dan syarat iktikaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah mengajarkan umatnya menghidupkan malam-malam di 10 hari terakhir Ramadhan. Ini karena adanya satu malam yang sangat istimewa, yakni Lailatul Qadar. Sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari nomor 2024 dan Muslim nomor 1174 menerangkan, Rasulullah biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir,  beliau kencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah. 

Salah satu instrumen yang diajarkan Rasulullah untuk meraih kemuliaan Lailatul Qadar adalah dengan beriktikaf di masjid. Namun, di tengah upaya memutus penyebaran virus corona seperti saat ini, bisakah iktikaf dilaksanakan di rumah? 

Baca Juga

Ustadz Isnan Ansori menjelaskan iktikaf merupakan ibadah yang sangat istimewa yang senantiasa dilaksanakan Rasulullah setiap Ramadhan. Namun demikian, iktikaf adalah ibadah yang memerlukan tempat untuk melakukannya. 

Ustadz Isnan menjelaskan diantara rukun  dalam iktikaf adalah, orang yang beriktikaf (harus dilakukan Muslim, baligh, tidak junub atau suci dari hadas besar), niat, tempat iktikaf, dan berdiam diri di dalam tempat iktikaf. Untuk tempat dilakukannya iktikaf, menurut Ustadz Isnan, para ulama sepakat iktikaf hanya boleh dilakukan di masjid. 

Lalu biasakah di rumah? Menurut Ustadz Isnan terdapat istilah zawiyah atau mushala al bait, yakni tempat khusus yang disediakan di salah satu sudut rumah untuk melaksanakan sholat. Para ulama berpendapat bagi laki-laki tidak sah beriktikaf kendati dilakukan di zawiyah. Sedangkan bagi perempuan, Mazhab Hanafi membolehkan beriktikaf dengan catatan tempat tersebut memang khusus untuk sholat. 

"Ulama sepakat tempat yang khusus dipakai iktikaf itu sebenarnya adalah jam'i dan masjid. Kalau laki-laki tak sah iktikaf di tempat zawiyah, karena mesti di masjid seperti keumuman, wa antum akifuna fil masajid," kata Ustadz Isnan seperti dalam kajian daringnya beberapa hari lalu. 

Namun demikian, Ustadz Isnan menjelaskan, para ulama juga sepakat Lailatul Qadar bisa datang kepada seorang Muslim meskipun tidak melalui iktikaf. Bahkan, ia menjelaskan bisa saja Lailatul Qadar diperoleh seorang Muslim tanpa dirinya merasakan tanda-tanda kedatangannya. 

"Karena tidak disyaratkan harus merasakan kondisi, misalnya semangat ibadahnya berbeda, kondisi alamnya dan lainnya tidak disyaratkan seperti itu. Bisa jadi malam 10 terakhir kita konsisten istiqamah beribadah meski tak ada perbedaan tertentu, saat kita ibadah insya Allah bertepatan dengan Lailatul Qadar dicatat sebagai ibadah dan pahalanya dilipatgandakan," katanya.

Sebab itu, menurutnya, dalam kondisi seperti saat ini tidak perlu pesimis hanya karena tidak bisa melaksanakan iktikaf di masjid untuk memperoleh keberkahan Lailatul Qadar. Sebab menurutnya, menghidupkan malam yang dilakukan Rasulullah dikenal dengan Ihyaul Lail buulan Qiyamullail. Ihyaul Lail adalah setiap ibadah yang bisa dilakukan di malam-malam Ramadhan. Sehingga menurutnya Lailatul Qadar tetap bisa diraih dengan memperbanyak ibadah lainnya yang bisa dilakukan di rumah, semisal bertadarus, sholat sunnah, atau berzikir.