Rabu 06 May 2020 10:25 WIB

PMI Turun, Menperin: Manufaktur Bergantung Konsumsi Domestik

Dengan pelonggaran PSBB, diharapkan ekonomi dan daya beli masyarakat kembali pulih.

Aktivitas pabrik (ilustrasi). PMI manufaktur Indonesia periode April 2020 yang dirilis IHS Markit turun ke level terendah.
Foto: dok. RNI
Aktivitas pabrik (ilustrasi). PMI manufaktur Indonesia periode April 2020 yang dirilis IHS Markit turun ke level terendah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan sektor industri manufaktur di Indonesia sangat tergantung kemampuan konsumsi domestik. Sehingga ketika purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia turun, maka terjadi penurunan permintaan yang akan memengaruhi utilisasi pada sektor manufaktur.

“Asessment kami sekitar 70 persen hasil produksi industri manufaktur diserap pasar dalam negeri. Maka ketika kemampuan atau daya beli masyarakat tertekan, tidak ada demand, secara otomatis perusahaan industri harus melakukan penyesuaian, termasuk penurunan drastis utilisasinya,” kata Menperin kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (6/5).

Baca Juga

Hal tersebut akan memengaruhi rantai pasok industri turunannya, yang juga ikut terpukul, karena masih banyak tergantung dengan industri besar atau industri induknya.

“Kebutuhan dan ketersediaan bahan baku jadi masalah, karena dikaitkan dengan demand yang didasari oleh daya beli masyarakat,” ujar Agus.

Ia mencontohkan, hal serupa terjadi pada sektor industri di India, yang juga tergantung pada konsumsi domestik masyarakatnya. Sehingga PMI India turun drastis.

“Index PMI India 27,4. Polanya sama dengan Indonesia,” pungkas Agus.

Menperin menambahkan, selain daya beli masyarakat, logika sederhananya adalah pada kondisi normal, PMI Indonesia berada di angka 50-an. Jika utilitas turun sampai di bawah 50 persen, maka angka PMI berada di sekitar 25-an.

“Variabel penjualan, dan input manufaktur kita 74 persen impor. Dan dengan tambahan tekanan kurs, maka beban input meningkat akibatnya output (demand) yang menurun signifikan,” ujar Agus.

Namun, tambah Menperin, jika dibandingkan dengan negara ASEAN, volume industri manufaktur Indonesia kondisinya lebih besar. Maka jika sektor ini terpukul, pastinya nilai PMI Indonesia terseret lebih dalam.

“Namun, saya yakin, apabila nanti PSBB (pembatasan sosial berskala besar) bisa direlaksasi, kegiatan ekonomi berangsur pulih, daya beli masyarakat pulih, maka industri manufaktur kita akan bergairah lagi, seperti PMI yang 51,9 pada Februari 2020,” ujar Menperin.

PMI manufaktur Indonesia periode April 2020 yang dirilis IHS Markit, tercatat keyakinan para manajer yang menjadi responden turun ke level terendah. PMI Indonesia jatuh ke tingkat 27,5. Sebelumnya, pada Maret 2020, PMI Indonesia berada pada angka 45,3.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement