Rabu 06 May 2020 04:17 WIB

Kemenperin akan Memacu Kinerja Sektor Industri

Pemetaan telah dilakukan dari sektor industri kecil hingga besar

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Industri otomotif adalah salah satu sektor industri yang banyak terpukul akibat wabah Covid-19. Tampak pengunjung dan undangan memadati area pameran pada pembukaan pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) ke-27 tahun 2019 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (18/7/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Industri otomotif adalah salah satu sektor industri yang banyak terpukul akibat wabah Covid-19. Tampak pengunjung dan undangan memadati area pameran pada pembukaan pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) ke-27 tahun 2019 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (18/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor industri dinilai masih berkontribusi besar terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada kuartal I tahun ini, kontribusi sektor tersebut sebesar 19,98 persen.

Melihat angka itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad memacu kinerja sektor industri agar terus mendorong roda perekonomian. Hanya saja tetap mematuhi protokol kesehatan.

“Kami telah melakukan pemetaan kepada sektor-sektor industri yang terpukul karena pandemi Covid-19. Dari banyaknya sektor yang terimbas, ada beberapa sektor yang tetap memiliki demand tinggi sehingga bisa memperkuat neraca perdagangan,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Selasa, (5/5).

Ia menjelaskan, pemetaan tersebut mulai dari sektor industri kecil, menengah, sampai skala besar. “Secara ringkas, 60 persen dari industri suffer, 40 persennya merupakan industri yang moderat dan demand tinggi. Hal itu tentu akan menyebabkan tertekannya pada pertumbuhan industri,” jelasnya.

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas berada di angka 2,01 persen sepanjang kuartal I 2020. Itu membawa dampak pada laju perekonomian nasional yang hanya mampu tumbuh 2,97 persen.

Sementara, sejumlah negara mitra dagang Indonesia ikut terkontraksi sebagai akibat adanya pembatasan aktivitas dan lockdown demi mengendalikan penyebaran Covid-19. Di antaranya China yang pertumbuhan ekonominya merosot hingga -6,8 persen pada kuartal I  tahun ini. Selanjutnya, Amerika Serikat anjlok 0,3 persen, Singapura -2,2 persen, Korea Selatan 1,3 persen, Hongkong -8,9 persen, dan Uni Eropa -2,7 persen.

Khayam menyebutkan, sektor manufaktur saat ini masih memiliki permintaan cukup tinggi di pasar, khususnya industri makanan dan minuman. Selain itu, industri terkait sektor kesehatan, seperti industri Alat Pelindung dDiri (APD), industri alat kesehatan dan etanol, industri masker dan sarung tangan, serta industri farmasi dan fitofarmaka pun mempunyai permintaan tinggi.

Merujuk laporan BPS, beberapa sektor industri pengolahan nonmigas yang masih memcatatkan kinerja positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, di antaranya industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 5,59 persen. Kemudian industri alat angkutan tumbuh 4,64 persen, serta industri makanan dan minuman sebesar 3,94 persen.

Sedangkan sektor yang terpukul paling parah karena pandemi Corona, meliputi industri otomotif, logam, kabel dan peralatan listrik, semen, keramik, kaca, karet, mesin, alat berat, elektronika dan peralatan komunikasi, tekstil, serta mebel dan kerajinan. “Yang terdampak moderat, di antaranya industri petrokimia, industri plastik, dan industri pulp,” ujar Khayam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement