Ahad 03 May 2020 01:42 WIB

IDEAS Sebut Larangan Mudik Memiliki Banyak Kelemahan

IDEAS menilai larangan mudik memiliki banyak kelemahan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah kendaraan pemudik antre memasuki Gerbang Tol Cikampek Utama, Cikampek, Jawa Barat. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Sejumlah kendaraan pemudik antre memasuki Gerbang Tol Cikampek Utama, Cikampek, Jawa Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah satu pemerintah melaksanaan Permenhub No. 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Lembaga riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) melihat ada berbagai kelemahan dalam implementasi pelarangan mudik ini.

Tidak optimalnya pelarangan mudik ini secara umum dinilai berasal dari kelemahan Permenhub No. 25/2020 itu sendiri. Larangan mudik hanya berlaku untuk sarana transportasi yang keluar dan/atau masuk ke wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), zona merah penyebaran Covid 19, dan wilayah aglomerasi yang ditetapkan sebagai wilayah PSBB.

Baca Juga

"Ketentuan ini membuat larangan mudik relatif hanya berlaku efektif di Jawa dimana wilayahnya dipenuhi dengan zona merah dan PSBB telah diterapkan di banyak daerah perkotaan termasuk tiga wilayah aglomerasi utama Jawa, yaitu Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya," kata Ditektur IDEAS, Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/5).

Larangan mudik yang berfokus di Jawa, terutama Jabodetabek yang merupakan episentrum wabah, menurutnya sudah tepat dan akan signifikan menahan potensi ledakan penyebaran Covid 19. Dalam simulasinya, IDEAS mencatat mudik adalah fenomena Jawa, karena sebagian besar pemudik berasal dari Jawa dan menuju Jawa. Lebih dari 50 persen pemudik berasal dari Jawa dan di saat yang sama Jawa menjadi tujuan lebih dari 60 persen pemudik. 

Dari 11 juta potensi pemudik Jabodetabek, IDEAS mengestimasikan 1 juta orang akan melakukan mudik intra provinsi. Sementara 10 juta orang sisanya melakukan mudik lintas provinsi ke penjuru tanah air, yaitu Jawa sebanyak 8,4 juta, Sumatera sebanyak 1,4 juta dan kawasan Timur Indonesia 0,3 juta orang. "Walaupun signifikan di beberapa wilayah, namun ketentuan ini menyimpan celah yaitu masih dimungkinkannya mudik antar wilayah non PSBB dan non zona merah, termasuk sebagian wilayah di Jawa," ujarnya.

Daerah utama tujuan pemudik dengan status wilayah nihil PSBB antara lain Sumatera Utara dengan estimasi potensi pemudik mencapai 2,6 juta orang, Lampung 1,5 juta orang dan Sumatera Selatan 1,4 juta orang. Dengan demikian, masih terdapat potensi penyebaran Covid 19 yang cukup signifikan baik di Jawa dan terlebih di luar Jawa.

Yusuf Wibisono menambahkan, skenario lebih rumit terjadi ketika pemudik dari daerah PSBB dan zona merah tergoda untuk mudik ke daerah non PSBB dan non-zona merah, maupun sebaliknya.

Misal, pemudik dari daerah utama asal pemudik yaitu Jawa Barat, dengan Jabodetabek dan Bandung Raya berstatus daerah PSBB, bisa berpotensi tergoda untuk mudik ke daerah utama tujuan pemudik. Di antaranya Jawa Tengah yang belum menerapkan PSBB, termasuk Semarang Raya dan Solo Raya, atau ke Yogyakarta yang juga wilayah non-PSBB. 

"Kelemahan Kedua, larangan mudik dikecualikan untuk sarana transportasi darat yang berada dalam satu wilayah aglomerasi. Ketentuan ini berimplikasi diperbolehkannya mudik intra wilayah aglomerasi, padahal potensi mudik intra wilayah aglomerasi tidaklah kecil," ucap Yusuf Wibisono.

Hal ini juga disebut berpotensi melemahkan efektivitas PSBB yang kini diterapkan di tiga wilayah aglomerasi yaitu Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya. Berdasarkan simulasi IDEAS dari sekitar 11 juta potensi pemudik Jabodetabek, 2,8 juta diantaranya adalah mudik intra Jabodetabek. Dari 390 ribu potensi pemudik intra Jabodetabek asal Jakarta, 180 ribu diantaranya mudik intra Jakarta dan 215 ribu mudik ke Bodetabek.

Kelemahan Ketiga, saranat transportasi Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek yang tetap beroperasi, meski diberlakukan pengaturan PSBB. Sebagai transportasi massal utama di Jabodetabek, operasional KRL termasuk signifikan dalam penyebaran Covid 19. Ia menilai upaya memutus rantai penyebaran Covid 19 di Jabodetabek tidak akan optimal jika KRL terus beroperasi.

IDEAS lantas memberikan rekomendasi menjelang puncak mudik. Larangan mudik harus dipertegas agar memperkuat pelaksanaan PSBB terutama di Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya, serta metropolitan luar Jawa seperti Medan, Padang dan Makassar.

Pelarangan mudik secara tegas juga krusial untuk diperluas ke wilayah metropolitan non PSBB yang merupakan tujuan utama mudik seperti Kedungsepur (Semarang Raya), Kartamantul (Yogyakarta Raya), dan Solo Raya. "Mengkarantina Jabodetabek dan metropolitan utama lainnya dipastikan akan menurunkan perekonomian nasional secara signifikan. Namun menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin adalah prioritas kebijakan tertinggi yang tidak dapat ditawar," ucap Yusuf Wibisono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement