Selasa 28 Apr 2020 19:54 WIB

Warga Afrika di China Terus Alami Diskriminasi

Warga Afrika yang tinggal di China dianggap sebagai pembawa Covid-19

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Warga Afrika yang tinggal di China dianggap sebagai pembawa Covid-19. Ilustrasi.
Foto: AP/Themba Hadebe
Warga Afrika yang tinggal di China dianggap sebagai pembawa Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Warga Afrika yang tinggal di China masih mengalami diskriminasi dan rasialisme. Mereka menghadapi tindakan bermusuhan karena dianggap sebagai pembawa Covid-19.

Frank Nnabugwu adalah salah satu warga Afrika yang masih mengalami tindakan diskriminasi. Nnabugwu adalah pengusaha asal Nigeria yang telah tinggal di Guangzhou selama setahun. Dia baru saja menjalani masa karantina selama dua pekan guna membuktikan dirinya bebas Covid-19.

Baca Juga

Namun setelah masa karantina usai, Nnabugwu tak diizinkan kembali ke tempat tinggal yang disewanya. “Penjaga keamanan mengatakan kepada kami ‘Tidak ada orang asing diizinkan’. Saya kesal, sangat kesal, saya tidur di jalan,” kata pria berusia 30 tahun itu saat diwawancara the Guardian, dilaporkan Senin (27/4).

Namun kepolisian setempat akhirnya menemukan hotel yang mau menampung Nnabugwu. “Kami menggunakan resepsionis untuk memesan makanan. Jika mereka (perusahaan pengiriman makanan) tahu itu adalah orang asing yang memesan makanan, mereka tidak akan datang,” ungkap Nnabugwu.

Menurut dia, warga Afrika tidak dapat membeli apa pun di toko. "Jika Anda masuk (ke toko), mereka akan menutupi wajah mereka dan mengusir Anda," ucapnya.

Pengalaman Nnabugwu juga dialami Kidus Mulugeta. Dia adalah warga Ethiopia yang pindah ke China empat tahun lalu untuk belajar teknik mesin. Mulugeta tinggal di Guangzhou. Menurutnya, atmosfer di kota tersebut telah berubah sangat cepat.

“Itu sangat cepat. Saya pergi ke karantina. Kami diperlakukan dengan sangat baik. Lalu kami keluar, semuanya berbeda, tidak nyaman. Seperti orang China yang berubah pikiran,” kata Mulugeta.

Menurut dia, banyak orang Afrika di sana merasa mustahil untuk menyewa tempat tinggal saat ini. Mereka bahkan belum diizinkan memasuki supermarket. “Mereka mengatakan ‘tidak ada orang asing’. Tapi jika itu adalah Rusia atau Eropa, mereka mengizinkan orang kulit putih untuk masuk,” ujarnya.

Seorang mahasiswa ilmu komputer asal Ghana mengatakan dia berada di sebuah hotel saat petugas kepolisian menjemputnya dan membawanya ke hotel lain untuk menjalani karantina. Dia diuji lebih dari lima kali.

Setelah itu, dia ditolak masuk oleh 15 hotel dan akhirnya memutuskan tidur di jalan. “Saya telah ditolak masuk ke tempat-tempat umum, ditolak ke restoran. Semua tes yang mereka lakukan ternyata negatif,” katanya.

Guangzhou telah memperketat tindakan setelah melaporkan lebih dari 100 kasus impor Covid-19. Sebanyak 25 di antaranya melibatkan warga asing, termasuk asal Afrika. Sejak saat itu warga Afrika di sana merasa diperlakukan secara diskriminatif.

Ada di antara mereka yang bahkan diusir dari apartemennya dan diancam dicabut visanya. Setelah mengalami hal-hal demikian, mereka dipaksa menjalani tes Covid-19. Pada 12 April lalu, para duta besar negara Afrika di China telah mengirim surat ke Menteri Luar Negeri China Wang Yi. Mereka menyoroti kejadian-kejadian yang menimpa warganya di Guangzhou.

Para duta besar negara Afrika menganggap langkah-langkah yang diambil otoritas setempat menimbulkan kesan bahwa warga mereka adalah pembawa dan penyebar korona. Ada stigmatisasi serta diskriminasi di dalamnya.

Pemerintah China membantah bersikap diskriminatif terhadap warga Afrika dalam upaya mencegah peningkatan kasus Covid-19 di negaranya. Beijing mengklaim memperlakukan semua warga asing dengan setara. “Kami tak memiliki diskriminasi di China terhadap saudara-saudara Afrika,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian pada 13 April lalu.

Dia menuding Amerika Serikat (AS) berusaha mempolitisasi masalah tersebut. Tujuannya yakni merusak hubungan China dengan negara-negara Afrika.

“Adalah tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral bagi AS untuk menabur perselisihan. Usahanya untuk mendorong ganjalan antara China dan Afrika tidak akan pernah berhasil,” ujar Zhao.

Dia mengklaim Pemerintah China telah bekerja sama dengan negara-negara Afrika yang relevan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun Zhao tak menjelaskan secara terperinci langkah apa yang hendak diambil.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement