Monday, 20 Syawwal 1445 / 29 April 2024

Monday, 20 Syawwal 1445 / 29 April 2024

Mahyudin Nilai Tantangan Terbesar Pemahaman Radikal

Selasa 09 Oct 2018 19:25 WIB

Red: Gita Amanda

Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menjadi pembicara kunci pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di aula SMK Negeri 1 Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Selasa (9/10).

Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menjadi pembicara kunci pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di aula SMK Negeri 1 Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Selasa (9/10).

Foto: mpr
Tantangan kebangsaan yang mengkhawatirkan adalah lemahnya penghayatan agama.

REPUBLIKA.CO.ID, PASER -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin menegaskan tantangan kebangsaan saat ini adalah lemahnya penghayatan agama serta munculnya pemahaman terhadap agama yang keliru dan sempit yang akan melahirkan pemahaman radikal. Pemahaman sempit ini pada akhirnya menimbulkan aksi terorisme yang bukan hanya merugikan diri sendiri, juga merugikan bangsa dengan munculnya korban jiwa ketakutan serta rasa tidak aman.

Wakil Ketua MPR Mahyudin dalam siaran persnya, Selasa (9/10), menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di aula SMK Negeri 1 Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Menurut Mahyudin, tantangan kebangsaan dari internal yang mengkhawatirkan adalah lemahnya penghayatan agama dan munculnya pemahaman agama yang keliru dan sempit.  Hal tersebut akan melahirkan pemahaman radikal yang memvonis selain kelompoknya adalah salah sehingga wajib diperangi.

Di hadapan ratusan peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR dari kalangan pelajar, mahasiswa, kepala desa, dan masyarakat umum, Mahyudin mengupas tentang beberapa hal penting seputar tantangan kebangsaan yang dihadapi bangsa baik dari internal dan eksternal sesuai TAP MPR No. VI Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Diungkapkan Mahyudin, hal tersebut terutama muncul pascareformasi bergulir di mana Pancasila seperti ditinggalkan bahkan kurikulum sekolah menghilangkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila.

Sehingga banyak rakyat terutama generasi muda tidak lagi diingatkan atau disegarkan pikirannya tentang moral Pancasila. "Berkurangnya pemahaman Pancasila ditambah era keterbukaan, masuklah berbagai pemahaman agama yang sempit dan merasuk ke dalam diri sebagian masyarakat Indonesia yang kebetulan belajar agamanya hanya dari internet bukan dari guru, ulama dan kyai secara langsung sehingga banyak salah memahami," ujarnya.

Dari eksternal, tantangan kebangsaan yang wajib diwaspadai adalah pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dan persaingan antarbangsa yang semakin tajam yang masuk melalui kemajuan teknologi informasi seperti media sosial, internet, game online yang luar biasa tidak terbendung. "Kemajuan teknologi informasi modern tersebut jika tidak disikapi dengan bijak, maka teknologi tersebut akan berdampak merusak sendi-sendi kebangsaan Indonesia bahkan pemahaman radikalisme masuk juga melalui teknologi informasi ini," ungkapnya.

Untuk itu, Mahyudin mengajak seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda bangsa agar bijak menggunakan teknologi informasi.  Pergunakan itu untuk kebaikan dan mempermudah aktifitas.  Juga harus pintar-pintar menyaring segala informasi hoax atau fakta yang banyak muncul di media sosial.

"Apalagi mendekati pilpres 2019.  Munculnya berbagai kabar hoaks, fitnah dan adu domba sangat banyak.  Tanamkan dalam diri bahwa pilpres adalah pesta demokrasi yang biasa-biasa saja.  Pilih sesuai pilihan masing-masing tanpa harus berkelahi antar teman, antar tetangga, antar keluarga.  Pilpres 2019 adalah pintu masuk untuk Indonesia maju dan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang bulu," tandasnya.

Sumber : antara
  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler