Saturday, 25 Syawwal 1445 / 04 May 2024

Saturday, 25 Syawwal 1445 / 04 May 2024

MPR: Pembubaran Ormas Harus Sesuai Undang-Undang

Selasa 09 May 2017 17:30 WIB

Rep: Ali Mansur/ Red: Dwi Murdaningsih

Ketua MPR Zulkifli Hasan saat sosialisasi empat pilar.

Ketua MPR Zulkifli Hasan saat sosialisasi empat pilar.

Foto: Amri Amrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majellis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan mendukung kebijakan pemerintah membubarkan Organisasi Masyarakat (Ormas) yang bertentangan dengan Konstitusi. Apalagi Ormas tersebut hendak mengubah Pancasila dengan ideologi lain, maka harus dilarang. Dalam kasus ini adalah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Sebagai pimpinan MPR RI, kalu terbukti Ormas tidak sesuai dengan konstitusi apalagi anti-Pancasila, ingin bentuk negara kita berlandaskan atau berideologikan lain tentu tidak sesuai konstitusi. Bertentangan dengan konstitusi memang harus dilarang," ujar Zulkili saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (9/5).

Namun Zulkili juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sehingga dalam pembubaran itu, pemerintah harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Zulkili beralasan, jika tidak melalui mekanisme undang-undang dikhawatirkan pemerintah bisa diprotes. "Kita khawatir kalau tujuan-tujuannya tidak tepat malah mendapat simpati padahal kita sj tidak simpati," kata dia.

Salah satunya adalah dengan memberikan peringatan satu atau dua terlebih dulu kepada HTI. Kemudian Menkumham dengan Jaksanya mendaftarkan ke pengadilan. Ini dilakukan untuk memberikan Ormas itu kesempatan membela diri. Sehingga, diharapkan,  kasus ini bisa terang benderang dan rakyat bisa mengikuti dan mengetahui sebab musababnya. Dengan begitu pemerintah pun mendapatkan dukungan yang luas.

Pemerintah kan sifatnya membina. Ada pembinaan, persuasif dan sebagainya. Peringatan 1,2,3 Baru kalau melanggar terus pengadilan, baru kalau nanti melanggar terus pengadilan, baru kalolau inkrah Ormas itu dibubarkan," kata  Zulkifli.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler