Wednesday, 7 Zulqaidah 1445 / 15 May 2024

Wednesday, 7 Zulqaidah 1445 / 15 May 2024

'Umat Islam Banyak Berkorban Bagi Indonesia'

Kamis 11 Jun 2015 13:57 WIB

Red: Dwi Murdaningsih

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Foto: MPR

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid akan menjadi salah satu pembicara dalam acara Bicang Bersana Tokoh menemani waktu sahur.

Bertempat digedung Nusantara III lantai 9, pada Kamis (11/6) Hidayat melaksanakan rekaman wawancara dengan Televisi dan Radio Silaturrahim (Rasil). Rekaman wawancara yang bakal tayang diawal Ramadhan ini mengupas berbagai sisi kehidupan Wakil Ketua MPR, antara lain perjalanan masa kecil Hidayat Nur Wahid dan kiprahnya didunia politik nasional.

Dunia politik yang diselami Hidayat, ternyata tidak pernah terpikirkan sebelumnya apalagi dicita-citakan. Karena sejak kecil Hidayat memiliki cita-citanya sendiri, yaitu menjadi dokter. Alasannya karena di Prambanan Klaten Jawa Tengah, tempat Hidayat lahir dan dibesarkan hanya ada satu rumah sakit. Sehingga praktis dokter yang bertugas di rumah sakit tersebut selalu sibuk melayani pasien yang sangat banyak.

Namun, kenyataan berkata lain. Oleh ayahnya, Hidayat kecil dimasukkan ke Pesantren Ngabar, Ponorogo jawa Timur, sebelum diterima di Pesantren Gontor Jatim. Sejak itu Hidayat pun menggeluti dunia pesantren beserta kitab yang diajarkan disana. Pada 1981, selepas dari Gontor Hidayat melanjutkan pendidikannya ke Saudi Arabia. Di tempat ini Hidayat berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang S3.

"Sepulang dari Saudi saya dipercaya turut mendeklarasikan berdirinya Partai Keadilan yang kini menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Sejak itu saya berkiprah di dunia politik dengan berbagai pasang surutnya, termasuk menjadi Wakil Ketua MPR, dan pernah menjadi Ketua MPR periode 2004-2009," kata Hidayat.

Menjawab pertanyaan tentang Islam dan Pancasila Hidayat mengatakan, lahirnya Pancasila di bumi Indonesia merupakan partisipasi dan pengorbanan besar yang diberikan umat Islam bagi keutuhan NKRI. Pasalnya, sebelum resmi diterima menjadi dasar negara, teks Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta menuai kritik dari kalangan Indonesia Timur. Karena itu menurut Hidayat sudah tidak relevan lagi, mendikotomikan Islam dan Pancasila, apalagi sampai membenturkan. Karena tidak ada satupun nilai-nilai dari keduanya yang saling bertentangan.

"Hilangnya tujuh kata dalam piagam Jakarta seperti yang diminta golongan masyarakat Indonesia bagian Timur merupakan bukti kebesaran jiwa tokoh-tokoh Islam waktu itu. Mereka mau mengalah, semata-mata demia keutuhan bangsa dan negara Indonesia", kata dia.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler