Wednesday, 7 Zulqaidah 1445 / 15 May 2024

Wednesday, 7 Zulqaidah 1445 / 15 May 2024

MPR akan Hadirkan Banyak Hal Baru

Ahad 08 Mar 2015 19:31 WIB

Rep: Elba Damhuri/ Red: Djibril Muhammad

Hidayat Nur Wahid

Hidayat Nur Wahid

Foto: Republika/Agung Fatma Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2014-2019 akan banyak menghadirkan hal baru. Di antaranya menyelenggarakan sidang tahunan yang akan mendengarkan laporan pertanggungjawaban semua lembaga tinggi negara.

 

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengemukakan hal itu saat diskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat (6/3). "Sidang tahunan diselenggarakan karena amanat dari UU No 17 Tahun 2014," ujarnya dalam siaran pers, Ahad (8/3).

 

Menurut Hidayat, selama ini yang memberikan laporan pertanggungjawaban hanya Presiden, sementara rakyat juga ingin tahu apa yang dikerjakan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya.

Dalam negara demokrasi rakyat perlu mendengar secara langsung progress report dari lembaga-lembaga negara.

 

Dalam momentum Sidang Tahunan MPR itulah, kata mantan presiden PKS ini, rakyat bisa mendengar dan mengetahui progress report dari lembaga-lembaga negara seperti Mahkaman Konstitusi, Badan Pemerikasa Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat, juga Mahkamah Agung.

Progress report akan memaparkan sejauh mana lembaga-lembaga negara yang disebut dalam UUD NRI Tahun 1945 itu melaksanakan kinerjanya.

Sidang tahunan, lanjut Hidayat, tidak dimaksudkan untuk menilai kinerja lembaga-lembaga Negara tersebut oleh parlemen. Tetapi lebih pada sebuah upaya agar rakyat mengetahui kinerja lembaga negara.

 

"Jadi dewan hanya mendengarkan. Tidak ada interupsi. Bahwa hasil progress report  itu akan direspons atau ditindaklanjuti di DPR silakan tetapi tidak dalam forum itu," paparnya.

 

Hal baru lainnya adalah kemungkinan adanya amandemen UUD NRI 1945. Karena sejak amandemen terakhir pada 2002 demikian banyak dinamika yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kurun 13 tahun itu banyak hal-hal yang perlu disikapi. Karenanya perlu dilakukan amandemen.

 

Salah satunya adalah terkait dengan kepentingan untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Banyak yang menganggap GBHN perlu dihadirkan kembali sebagai guidance arah pembangunan nasional agar tidak setiap ganti pemerintahan ganti pula model pembangunannya.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler